post.png
FOTO_LAUNCHING_BUKU_KY.jpg

Anggota KY Farid Wajdi Luncurkan Buku Memperkuat KY dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan

POST DATE | 27 Februari 2020

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dan pemikiran saya yang telah dipublikasikan di media massa, majalah, serta buku Bunga Rampai KY dengan isu utama berkaitan dengan upaya memperkuat wewenang KY dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim,” buka Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi saat meluncurkan buku yang berjudul Memperkuat KY dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan.

Peluncuran buku ditandai dengan pembubuhan tanda tangan oleh Ketua KY Jaja Ahmad Jayus dan Farid Wajdi pada cover buku tersebut, Rabu (2/10) di Ruang Pers KY, Jakarta.

Farid menjelaskan di dalam buku ini ada tiga fokus isu. Pertama, memperkuat peran KY. Kedua, menjaga independensi dan akuntabilitas peradilan. Ketiga, merawat integritas “Wakil Tuhan”.

Lebih lanjut Farid mengungkapkan berbagai dinamika yang dihadapi KY, seperti judicial review terhadap UU KY. Ia mencontohkan Putusan MK No.005/PUU-IV/2006 yang menyatakan pasal-pasal pengawasan KY bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

“Selanjutnya MK melalui putusan No.43/PUU-XIII/2015 menyatakan proses seleksi hakim tingkat pertama merupakan kewenangan tunggal Mahkamah Agung, tanpa melibatkan KY,” urai mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Farid juga menyinggung soal wewenang KY untuk meminta bantuan kepada aparat penegak hukum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan apabila ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

“Namun, pada pelaksanaannya wewenang ini tidak berjalan efektif karena kedudukan KY bukan pro justisia. Masalah lain yang perlu dituntaskan adalah penafsiran kewenangan teknis yudisial dengan perilaku hakim,” jelas Farid.

la menawarkan upaya penguatan KY dengan meminta DPR RI terpilih untuk segera dapat mengesahkan RUU Jabatan Hakim. “Selain itu perlu pula dilakukan Revisi UU KY agar dapat pula diperjuangkan,” pungkas Farid.

Selain peluncuran buku, KY juga menggelar diskusi berjudul Memperkuat Komisi Yudisial dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan. Sekretaris Jenderal KY Tubagus Rismunandar Ruhijat memaparkan, diskusi ini mencoba memberikan usulan tentang penguatan KY.

“Para narasumber akan memberikan perspektif untuk memetakan akar masalah dan mengatasi dinamika yang dihadapi Komisi Yudisial, serta proyeksi penguatan KY ke depan,” ujar Tubagus Rismunandar.

Hadir sebagai narasumber, yaitu Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dan peneliti ILR Andri Gunawan dengan moderator senior editor hukumonline M. Yasin.

Wewenang KY Perlu Final and Binding

Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus berharap agar kewenangan KY diperkuat, termasuk penjatuhan sanksi yang final and binding.

“Produk hukum yang dihasilkan oleh KY perlu diperkuat seperti kata “rekomendasi” terhadap hakim yang diduga melanggar KEPPH diganti dengan kata “final and binding”. Kenapa? Karena jika kewenangannya sebatas rekomendasi, maka hasilnya akan terus ada perdebatan dengan MA,” papar Jaja dalam launching buku Anggota KY Farid Wajdi dan diskusi “Memperkuat KY dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan”, Rabu (2/10) di Auditorium KY, Jakarta.

Jaja juga sempat menyinggung soal Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang seharusnya disahkan oleh DPR RI 2014-2019. Ia mendorong agar RUU tersebut  dapat segera disahkan oleh Anggota DPR RI 2019-2024 yang mulai bekerja sejak 1 Oktober 2019 lalu.

Terkait RUU JH, Peneliti Senior Indonesia Legal Roundtable (ILR) Andri Gunawan sepakat bahwa perlu segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Ia mengungkap bahwa pada  Prolegnas 2019–2024, ada tujuh Rancangan Undang-Undang (RUU), yaitu RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Pengadilan HAM, RUU Etika Penyelenggara Negara, RUU KY, RUU Jabatan Hakim (JH), RUU KUHP.

“Seharusnya RUU itu sudah selesai semua di periode Prolegnas sebelumnya. Namun karena tampaknya DPR sudah habis tenaga, sehingga tidak dapat disahkan. Sisanya ini menjadi carry over di Prolegnas selanjutnya. Saya harap di Prolegnas selanjutnya, publik akan lebih “aware” dengan pentingnya keberadaan KY bagi publik, sehingga mendukung RUU yang akan disahkan selanjutnya,” harap Andri.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun melihat posisi KY bukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman atau main state organ, sehingga hanya dinilai sebagai supporting organ saja, sementara main organnya adalah MA. Bahkan, oleh Mahkamah  Konstitusi (MK), beberapa kewenangan KY telah dipangkas. Seperti, pengawasan KY bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat dan proses seleksi hakim tingkat pertama merupakan kewenangan tunggal Mahkamah Agung (MA), tanpa melibatkan KY.

“Persoalan lain yang dihadapi KY adalah tidak memiliki kewenangan yang menentukan. Umumnya lembaga yang tidak punya kewenangan ini, ya tidak bergigi. Hal ini juga sama dengan Bawaslu dulu, setelah DPR memberi kewenangan Bawaslu bisa memutus sengketa Pemilu, sekarang lembaga ini sangat kuat ditakuti,” pungkas Refly

 

============

Sumber: https://www.komisiyudisial.go.id/assets/uploads/files/Majalah-KY-Juli-September-2019.pdf



Tag: , , ,

Post Terkait

Komentar