POST DATE | 23 Juli 2017
Kejadian tabung elpiji atau LPG, yang meledak itu boleh dibilang sangat sering terjadi di berbagai daerah. Berita tabung elpiji meledak sudah menjadi sajian sehari-hari media massa.
Seringnya kejadian tabung elpiji meledak itu sampai saat ini belum terlihat adanya usaha penyelidikan yang serius dan menyeluruh.
Peristiwa yang sering kali menyeret korban jiwa itu sepertinya sudah tidak lagi membuat peka masyarakat terhadap nyawa manusia yang melayang percuma setiap saat. Tanpa bermaksud menuding siapa yang tidak becus dalam urusan keamanan masyarakat terkait tabung elpiji ukuran 3 kilogram (kg) dan segala aksesorinya yang selalu membawa petaka itu, sejauh ini rasanya belum pernah ada investigasi serius mengapa hal itu terjadi. Sehubungan itu, harus didorong adanya penyelidikan serius terhadap material tabung elpiji dan perlengkapannya.
Tabung elpiji meledak sudah menjadi keprihatinan banyak pihak, karena angka korban jiwa dan harta masyarakat akibat tabung meledak yang menyulut kebakaran semakin membesar. Tak bisa dipungkiri, program konversi minyak tanah ke elpiji secara kolosal yang dimulai empat tahun lalu memang membawa dampak ekonomi yang menggiurkan terutama terkait pengadaan tabung elpiji dan aksesorinya. Sayangnya segelintir pengusaha menempuh jalan pintas dengan memproduksi barang yang ilegal.
Sejak tahun lalu pihak kepolisian sudah mengendus peredaran ratusan ribu tabung elpiji ilegal. Secara kasatmata, tabung asli dan ilegal sulit dibedakan karena sama-sama dilengkapi logo Pertamina. Terkait pemalsuan tabung elpiji tersebut, pihak Pertamina tak ingin dikaitkan sebab perusahaan minyak dan gas negara ini hanya bertanggung jawab terhadap tabung elpiji yang beredar dalam mata rantai distribusi yang resmi. Selama ini distribusi elpiji 3 kg dari Pertamina melalui agen kemudian diteruskan langsung ke konsumen.
Pada kejadian dan peristiwa meledaknya tabung elpiji, biasanya selalu saja yang mengemuka adalah kurang pahamnya masyarakat menggunakan kompor dan tabung gas yang benar. Selalu disebutkan, ledakan tabung elpiji itu berkait erat dengan soal kecerobohan dan keteledoran serta kesalahan pemakaian dari para pengguna atau konsumen akhir dari elpiji tersebut.
Terjadinya Banyak Kecelakaan
Setelah terjadi banyak kecelakaan penggunaan tabung elpiji 3 kilogram, PT Pertamina (Persero) akhirnya memberikan asuransi kecelakaan diri atau harta benda yang disebabkan dari kecelakaan kompor gas. Polis asuransi yang melindungi kerugian bersifat reimbursable basis. Artinya, pihak tertanggung (Pertamina), harus terlebih dulu melakukan pembayaran berdasarkan pemberian asuransi ini merupakan bentuk rasa tanggung jawab Pertamina sebagai pihak yang ditunjuk pemerintah melaksanakan Program Konversi Minyak Tanah ke elpiji.
Untuk jangka pendek penggunaan tabung elpiji 3 kg diasuransi mungkin dapat diandalkan guna memberi sugesti rasa aman bagi para penggunanya. Tetapi untuk jangka panjang program asuransi bukan solusi cerdas, karena konsumen senantiasa bakal dihantui kekhawatiran atas keselamatan penggunaan tabung elpiji itu.
Selama ini proses edukasi dan sosialisasi serta pelaksanaan konversi sangat singkat akibatnya banyak dari masyarakat yang belum paham sesuai dengan prosedur keselamatan yang telah disosialisasikan. Penggunaan gas elpiji di kalangan masyarakat menengah ke bawah yang menjadi sasaran program pengalihan minyak tanah (mitan) ke elpiji 3 kg, dinilai masih sangat minimalis.
Begitupun, meski telah ada mekanisme pemberian asuransi, diharapkan semua pihak tetap menggunakan bahan bakar elpiji sesuai dengan kegunaannya dan prosedur keselamatan yang telah disosialisasikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Bahkan, sampai kini masih banyak masyarakat yang menggunakan mitan sebagai bahan bakar, akibat dari kurangnya edukasi dan sosialisasi yang dilakukan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Minyak dan Gas.
Di luar soal asuransi bagi pengguna tabung elpiji 3 kg, penguatan edukasi dan standarisasi keselamatan tabung elpiji sesuai dengan prosedur keselamatan yang telah disosialisasikan. Sosialiasi atau penarikan produk cacat (recall) penting dilakukan guna mencegah korban terus berjatuhan. Beberapa ledakan tabung elpiji itu, harusnya menjadi pelajaran penting untuk segera melakukan evaluasi. Khususnya soal standar keselamatan pemakaian tabung gas elpiji.
Pemerintah harus intensif mengkaji dan mengawasi standar keselamatan yang ada. Faktor menyangkut Standar Nasional Indonesia (SNI), usia tabung, proses produksi dan distribusi tabung, (technical error) tidak boleh diabaikan dalam program keselamatan penggunaan tabung elpiji itu.
Sebaliknya, faktor penempatan atau tatacara pemakaian tabung sangat mungkin pula terabaikan pengguna (human error).
Dalam hal kelalaian manusia sebagai pemicu kecelakaan, intensitas dan frekuensi pendidikan (edukasi dan sosialisasi) konsumen perlu ditingkatkan lagi. Sebab, kalau dicermati lebih jauh, masyarakat masih banyak yang ’gagap’ dalam memanfaatkan tabung elpiji. PT Pertamina atau PT Perusahaan Gas Negara, harus lebih aktif lagi melakukan edukasi dan sosialisasi, agar korban atau kecelakaan ke depan dapat lebih diminimalkan. Inisiasi guna mendidik konsumen tabung gas, itu jelas jauh lebih penting dari sekadar memberi asuransi.
Sebab, fakta di lapangan ditemukan sejumlah tabung elpiji ilegal tabung dan aksesorinya di bawah standar alias tidak layak untuk dipakai yang beredar luas di tengah masyarakat. Selain menggerebek langsung produsen tabung gas yang hanya mengejar keuntungan semata namun mengabaikan keselamatan konsumen, perlu ditingkatkan pengawasan di sektor pendistribusian.
Rencana Kementerian Sumber Daya Mineral menerapkan sistem distribusi elpiji tertutup jangan ditunda lagi. Idenya, tabung elpiji dengan nomor registrasi Standar Nasional Indonesia (SNI) hanya boleh didistribusikan di wilayah tertentu sehingga bisa lebih terkontrol dan tidak terkontaminasi oleh tabung elpiji dan aksesori tanpa SNI.
Karena itu kita berharap, melalui sistem distribusi tertutup tersebut bisa menjadi solusi sekaligus penangkal peredaran tabung elpiji kemasan 3 kg dan aksesori yang tidak memenuhi spesifikasi standar. Selain itu, Kementerian Perindustrian yang mendapat tugas khusus mengawasi dan membina produsen tabung elpiji dan segala komponen dalam program konversi minyak tanah ke elpiji, jangan pernah kendur melaksanakan amanah tersebut. Karena itu, peredaran tabung elpiji ilegal diduga menggunakan jaringan pengecer.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pengadaan paket perdana konversi minyak tanah ke elpiji melibatkan 70 produsen tabung, 30 produsen kompor, 15 produsen katup pengaman dan produsen regulator, dan 20 produsen selang. Itu yang resmi.
Sebenarnya yang sangat memprihatinkan adalah setiap kecelakaan tabung elpiji yang meledak rakyat kecillah yang selalu menjadi korbannya. Lalu, apakah asuransi tabung elpiji bakal jadi solusi, atau cuma sekadar aksesoris kebijakan belaka? Nyatanya ledakan demi ledakan terus terjadi, dan ironisnya belum banyak yang belajar dari ledakan-ledakan itu. ***
========
Sumber: Analisa, 29 Juni 2010