POST DATE | 04 April 2017
Konsepsi halal di dalam Islam adalah bagian filsafat (gaya) hidup (Al-Baqarah 2: 172-73). Hidup harus sederhana (al-Baqarah, 2:168, at-Tur, 52:19), dilarang menggunakan harta berlebihan (al-A’raf, 7:31), dan mesti banyak bersyukur (Saba, 34:15, Ibrahim, 14:7). Perlu kesadaran orang Islam mengenai pentingnya usaha secara berkesinambungan untuk menekankan aspek halal dan haram di dalam kehidupan baik dalam bentuk perbuatan, pola makan, percakapan dan sebagainya.
Tien Ch. Tirtaawinata (2006) mencatat betapa kepedulian Allah swt sangat besar terhadap soal makanan dan aktivitas pola makan untuk makhluk-Nya. Allah swt senantiasa mengatur bahwa aktivitas makanan selalu diikuti dengan rasa nikmat dan puas (qanaah). Manusia sering lupa bahwa makanan itu bertujuan untuk kelangsungan hidup dan bukan sebaliknya, hidup untuk makan.
Islam benar-benar serius dalam memelihara jiwa dan akal. Pemeliharaan jiwa dan akal itu dilakukan dengan memberikan makanan sehat sejak masa kehamilan, kelahiran, kemudian selama tahapan-tahapan kehidupan berikutnya.
Syariat menganjurkan untuk memakan yang beraneka ragam dan seimbang yang memang diperlukan tubuh manusia, sehingga seorang Muslim dapat tumbuh sehat dan normal. Rasullah saw bersabda: “Orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah swt daripada Mukmin yang lemah” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Makanan berdampak kepada pertumbuhan jasmani dan rohani seseorang maupun keluarganya. Nilai dan keyakinan atas adanya kewajiban untuk memilih produk halal disokong maksud hadits Rasulullah saw: “Tidak akan masuk syurga orang yang dagingnya tumbuh dari (makanan) yang haram, neraka lebih pantas baginya (HR. Ahmad).
Yayat Supriyadi (2005) menemukan banyak doktrin Islam yang menekankan agar umatnya selalu waspada dari pengaruh makanan haram, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ‘Abdul Hamid Mahmud Thimaz (2001) mengingatkan bahwa bagi orang Islam tidak boleh ada kata udzur (terpaksa) yang disebabkan adanya suatu hal, lalu ia menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah swt berupa makan dan minuman. Kecuali udzur itu disebabkan satu hal saja, yaitu keadaan terpaksa (darurat).
Oleh itu, konsumen Muslim mestilah mengikuti perkembangan teknologi makanan yang menghasilkan pelbagai macam produk makanan melalui prosesnya. Hal itu dimaksudkan guna mengelakkan diri dan keluarga dari produk makanan haram. Sikap konsumen Muslim itu perlu pula disokong dengan seperangkat wewenang yang memadai dari pemerintah.
Pemerintah dapat melakukan regulasi peraturan perundangan pangan dan memperkuat eksistensi lembaga yang mengurusi masalah makanan halal. Salah satu di antaranya adalah dengan menerapkan sistem label pangan.
Kalau sistem label yang diberlakukan bagi industri makanan, itu akan membuat masyariatat lebih tenteram dan nyaman dalam mengonsumsi makanan.
Selain itu, konsumen perlu bijak memilih keperluan sesuai dengan yang diperintahkan Allah swt dan Rasul-Nya. Konsumen Muslim perlu memastikan label halal yang terdapat pada kemasan pangan yang hendak dimakannya mesti label halal yang resmi dan sah.
Pentingnya label halal resmi dan sah supaya tidak keliru dengan label halal yang digunakan pihak tidak bertanggungjawap untuk melariskan barang mereka.
3 F
John Naisbit dalam Anwar (2007) mengatakan, pada era global masa kini segala sesuatunya sudah serba-teknologis. Serba-teknologi itu terutama terlihat dalam masalah gaya hidup (global lifestyle). Budaya yang mengalami perkembangan dahsyat adalah berkenaan dengan makanan, pakaian dan hiburan.
Ia menyebutnya dengan istilah 3F. 3F dimaksud adalah food (makanan), fashion (pakaian) dan fun (hiburan). Jadi, era globalisasi, industri makanan di Indonesia mesti dapat meningkatkan daya saing melalui jaminan produk halal lagi baik. Produk yang baik berkaitan dengan jaminan bahwa produknya bergizi, enak, menarik dan bentuknya bagus. Seterusnya bersih, bebas daripada segala yang membahayakan fisik.
Gaya hidup halal dapat dimulai dengan menekankan pentingnya memastikan produk makanan halal dijamin dengan melihat ada tidaknya label halal yang ditunjukkan. Label halal pada suatu produk makanan dapat digunakan sebagai panduan bagi konsumen Muslim untuk memilih atau membeli produk makanan atau minuman.
Sebab itu pengusaha perlu menyadari betapa pentingnya aspek halal produk bagi keberadaan dan perkembangan usahanya. Meminggirkan aspek halalnya produk, berarti membuat rugi bagi pengusaha, cepat atau lambat. Pengusaha yang tidak peduli gaya hidup halal, seperti menggali kuburan sendiri.
Pilihan terbaik, pengusaha harus mewajibkan diri untuk memiliki sistem jaminan halal yang dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkannya selalu bebas dari bahan yang meragukan apalagi haram.
Memang label halal itu merupakan tindakan duniawi dan ukhrowi. Label halal bertujuan untuk menjamin bahwa yang dimakan sesuai dengan syarat-syarat dari syariah dan merupakan upaya perlindungan kepada masyariatat Muslim. Label halal merupakan tindakan keagamaan.
Pemerintah mempunyai kewajiban mengadakan sebuah prosedur dan mekanisme yang memudahkan masyariatat untuk mendapatkan produk halal.
Peranan label halal sama dengan baju yang dipakai manusia. Ia dapat membentuk dan mencantumkan citra diri pemakainya. Setiap keluarga Muslim harus membiasakan diri memakan makan halal dengan cara memperhatikan ada atau tidaknya label halal pada kemasan makanan atau minuman.
Cara paling mudah memilih makanan yaitu dengan melihat ada tidaknya label halal pada kemasannya. Cuma sampai saat ini, masih terdapat masalah, karena belum ada aturan yang menetapkan bentuk label halal yang khusus.
Pengusaha dapat saja mencetak tulisan halal dalam huruf Latin dan atau Arab dengan bentuk dan warna yang berbeda. Transformasi gaya hidup halal masih terganjal atas ketiadaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal.
Sambil menunggu UU Jaminan Produk Halal terbit, kecerdasan konsumen melakoni transformasi gaya hidup halal sangat penting. Ada beberapa prinsip yang dapat diamalkan konsumen, yaitu memastikan sumber makanan berdasarkan label halal, memastikan kandungan bahan yang dapat membawa kemudaratan, tidak mudah terpengaruh dengan iklan, memilih kawasan rumah makan yang bersih, luar dan dalam, dan memasak sendiri masakan.
===============================
Republika. Jumat, 21 Maret 2014