post.png
sehat-tanpa-rokok-_140715200017-556.jpg

Kawasan Tanpa Rokok vs Hak Asasi Manusia

POST DATE | 18 Juli 2017

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah rua­ngan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegia­tan mem­produksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosi­kan produk tembakau (Perda Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawa­san Tanpa Rokok). Atau KTR disebut juga seba­gai  beberapa kawasan yang di dalamnya tidak boleh dilakukan berbagai hal yang ter­kait dengan rokok termasuk pembuatan, pe­nyimpanan, iklan, promosi, sponsorship apa­lagi kegiatan merokok itu sendiri.

Namun demikian, dalam konteks UU No 36 tentang Ke­sehatan maknanya lebih ke Kawasan Dilarang Merokok (KDM), yaitu di tempat ini tidak boleh kegiatan merokok. Beberapa tempat yang dilarang tersebut itu adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak ber­main, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Jika dilihat dari aspeknya fungsi, KTR adalah sebagai arena pendidikan. Menerap­kan KTR dapat mendorong perokok untuk berhenti merokok, karena ruang geraknya untuk merokok dibatasi. Selain itu, adalah untuk mengajarkan perokok meng­hormati orang yang tidak merokok dengan tidak berbagi asap yang mengandung penyakit. Fungsi utama KTR tentu fungsi perlindungan, terutama untuk mereka yang tidak merokok supaya tidak terpapar AROL (Asap Rokok Orang Lain).

Jadi, tidak ada batas aman dari asap rokok. Ruangan khusus merokok tidak efektif untuk melindungi dari asap rokok. Yang paling efektif adalah dengan menerapkan kawasan bebas asap rokok 100 persen !

Menurut Widyastuti,  ahli kesehatan masyarakat dari bagian pen­dataan Jaringan Pengendalian Tembakau (JPT) seperti dilansir salam-online.com, kewajiban untuk menyediakan ruang merokok di gedung-gedung perkantoran maupun tempat umum, itu tidak efektif. Isolasi asap rokok tidak pernah menjamin udara bersih 100 persen, sehingga tempat khusus merokok harusnya berada jauh di luar gedung. Jadi, tujuan untuk membebaskan gedung-gedung dari asap rokok tidak akan sukses jika masih tersedia ruang khusus merokok di dalam gedung. WHO juga tidak merekomendasikan ruang khusus merokok ini berada di dalam gedung.

Dari segi normatif, KTR sama sekali tidak melarang perokok untuk merokok, kecuali sebatas mengatur atau memindahkan tempat merokok. KTR menertibkan dan membangun kesadaran perokok untuk merokok dengan baik dan benar. KTR berarti menikmati rokok dan merokok sebagai hak pribadi dan tidak mengajak orang lain yang tidak merokok untuk ikut menghirup asap penyakit. Urgensitas KTR adalah  penetapan kawasan tanpa rokok. Disebabkan kebiasaan merokok dapat merusak lingkungan yang baik dan sehat, Negara berhak melakukan pembatasan dengan menerapkan KTR.

Hak Asasi Manusia

Perokok masih bisa merokok, namun dila­kukan tidak dalam ruangan tertutup, karena itu merugikan orang lain. Merokok bisa dila­kukan di luar gedung atau di ruangan terbuka. Asap tidak beredar dan bersirkulasi dalam ruangan yang dapat me­rugikan orang yang masuk di dalamnya. Dengan begitu, kegiatan pribadi yang merupakan haknya ini bisa dila­kukan tanpa merugikan atau merampas hak orang lain untuk me­nikmati lingkungan yang baik dan sehat yang merupakan hak asasi manusia (HAM).

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (vide Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).

Deni Wahyudi Kurniawan (2012) menya­ta­kan bahwa konsekuensi kepatuhan atas norma HAM adalah setiap hak asasi pasti juga akan menimbulkan kewajiban asasi atau ke­wajiban dasar yang tentunya harus dila­kukan oleh setiap orang. Porsi ini pemerintah memiliki kewajiban pemerintah untuk memastikan setiap orang saling menghormati dan menjaga hak asasi orang lain dengan juga melaksanakan ke­wajiban asasinya (http://www.muhammadiyah.or.id/).

Hak-hak asasi pada dasarnya bukan tidak bisa dibatasi tetapi bisa dibatasi untuk menjamin pengakuan dan peng­hormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Namun demikian, hak asasi tidak boleh melanggar hak asasi lainnya, yaitu hak untuk hidup.

KTR versus HAM?

Bagaimana dengan merokok? Tentang apakah merokok merupakan hak asasi atau bukan sudah menjadi perdebatan yang sangat panjang. Perdebatan ini mencuat terutama setelah UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan. Di dalam UU Kesehatan dinyatakan bahwa tembakau dan produk tu­runannya adalah zat adiktif. Dengan demi­kian, pemerintah dituntut untuk melakukan pengen­dalian terhadap peredaran tembakau dan pro­duk­nya dan salah satunya adalah dengan mene­rapkan KTR di tempat-tempat tertentu. Pihak yang keberatan tentunya para perokok yang merasa haknya dibatasi dengan UU ini. Mereka menuntut hak mereka sebagai perokok dilin­dungi dengan disediakan tempat khusus mero­kok di tempat-tempat di atas. Menurut panda­ngan mereka,  (merokok) itu adalah HAM.

Masalahnya dalam UU HAM tidak ada satu katapun yang menyatakan bahwa merokok sebagai HAM. Memang merokok atau tidak merokok merupakan hak setiap orang, dan tidak ada satu orangpun yang boleh melarangnya. Sama seperti hak se­seorang untuk melakukan apapun  sesuka hatinya. Misalnya bernyanyi, semua orang berhak bernyanyi, tapi itu tidak ke­mudian menyebabkan pemerintah untuk menyedia­kan tempat bernyanyi dalam sebuah gedung. Begitu juga sebetulnya seperti merokok, meskipun itu hak tetapi tentunya itu tidak menjadikan setiap orang untuk menyediakan tempat khusus merokok. Orang yang tidak mero­kok sama sekali tidak mengu­rangi keutu­han diri, martabat atau apapun dalam dirinya. Seseorang tidak akan kekurangan apa-apa ketika ia tidak dapat merokok.

Muhamad Joni (2014) berpendapat bahwa efek yang di­timbulkan oleh rokok dan asap rokok tidak hanya berpengaruh kepada si perokok, namun juga orang lain di sekitarnya. Ba­haya asap rokok orang lain (AROL) atau yang lebih dikenal dengan perokok pasif bahkan lebih berbahaya daripada perokok aktif. Untuk itu sangat salah jika dikatakan merokok adalah hak asasi manusia. Sebab, merokok dapat menyebabkan bahaya bagi orang lain, yang secara langsung melanggar hak hidup orang tersebut.

Merokok memang hak individu, dalam artian mau merokok atau tidak itu terserah masing-masing orang. Hanya patut diingat adalah merokok melanggar hak hidup orang lain, yang secara langsung melanggar HAM dan konstitusi. ***

 

=========

Sumber: http://harian.analisadaily.com



Tag: , ,

Post Terkait

Komentar