post.png
polisi.jpg

Kota Tanpa Polisi, Mana Mungkin

POST DATE | 24 Juni 2017

  1. Aristoteles (384-332 SM) dan Thomas Aquinas (1226-1274) pernah mengatakan kejahatan tak akan pernah sirna dari muka bumi. Terlebih jika kemiskinan dan keserakahan yang mendorong seseorang berbuat jahat dan tindak asusila tetap hidup bertumbuh subur.

Berbagai peristiwa kriminal terus terjadi di sepanjang tahun. Mulai dari kejahatan terkait bisnis narkoba, perampokan, pencurian dengan kekerasan, geng motor, pemerkosaan, hingga perdagangan manusia, yang pada akhirnya membuat masyarakat bertanya-tanya, negara telah berbuat apa untuk melindungi warganya di Tanah Airnya sendiri?

Bahkan di rumah sendiri pun atau  di tempat keramaian justru semakin tak aman. Kasus perampokan dan juga pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di kota-kota besar di Tanah Air dari tahun ke tahun sepertinya tak pernah surut. Tak luput hal serupa terjadi di Kota Medan dan Sumatera Utara pada umumnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, pelbagai bentuk kejahatan sosial di masyarakat secara kuantitatif dan kualitatif terus meningkat. Frekuensi dan sebaran tindakan preman dan premanisme (preman kerah putih) makin merajalela. Para geng motor yang suka tawuran dan sampai menewaskan orang lain merupakan jenis preman lain. Para penjahat dalam melakukan aksinya tak pilih korban. Korban paling empuk adalah remaja dan perempuan. Walaupun orang dewasa, laki-laki dan wisatawan asing juga jadi sasaran empuk lainnnya.

Sesungguhnya perikelakuan penjahat ini bertolak belakang dengan pembangunan karakter nasional. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan ekses negatif bagi masyarakat, yaitu timbulnya kekalutan sosial. Bayangkan dalam kekalutan menghadapi tekanan hidup, masyarakat cenderung mencari jalan pintas sesuai yang terlintas dalam “pikiran keruh” atau karakter buruk mereka.

Tindakan itu kemudian tak menghadirkan nurani dan jatidiri yang bersih. Justru dengan kekalutan seperti itu, segala bentuk tatanan sosial, hukum, disiplin nasional, rambu perundang-undangan diterabas semua. Apabila pemerintah lemah, kecenderungan itu dapat memperburuk keadaan saat ini.

Apa yang disebut bukanlah ramalan (forecasting), tetapi proyeksi (projection) sebab pemerintah dan seluruh penyelenggara negara serta kekuatan yang ada seharusnya mampu memengaruhi faktor-faktor dinamis pembentuk keadaan. Kondisi ketakutan akan kejahatan (fear of crime) muncul di mana-mana!

Dampak serius yang mucul adalah tingginya eskalasi kasus main hakim sendiri  (eigen rechting) dalam masyarakat. Tindakan main hakim sendiri terjadi akibat parahnya penegakan hukum di negeri ini. Ekses lanjutannya adalah muncullah analogi sinisme, hukum seringkali menjadi tumpul ke atas tapi sangat tajam ke bawah! Seolah hukum hanya adil untuk rakyat jelata yang tak mampu membayar para penegak hukum. Sebaliknya bagi rakyat yang berkantong tebal, maka dengan mudahnya membeli keadilan itu

Untuk keamanan dan ketertiban masyarakat penting artinya penegakan hukum, baik dalam rangka ketertiban hubungan masyarakat juga ketertiban dari para pelanggar hukum termasuk aksi kejahatan. Tanpa ada perlindungan hukum bagi masyarakat, yang muncul adalah ketakutan sosial dan krisis kepercayaan terhadap petugas hukum.

Pun bagi warga negara lain yang datang ke Indonesia perlu dan wajib diberi perlindungan hukum. Hal itu perlu dilakukan agar mereka merasa aman dan makin banyaknya warga negara asing yang datang ke Indonesia.

Adanya penegakan hukum yang baik akan tercipta kepastian hukum. Penegakan hukum menambah rasa keadilan yang dirasakan masyarakat banyak. Penegak hukum sangat diperlukan dalam proses pembangunan. Penegak hukum dalam konstitusi dibebankan kepada kepolisian negara. Untuk itu peran Kepolisian Negara telah dituangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Memang kepolisian memiliki tugas yang cukup berat dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, pelayanan masyarakat dan melindungi serta mentertibkan masyarakat. Masalhanya, tugas utama polisi tersebut tampakya belum dirasakan secara efektif oleh warga masyarakat.

Kondisi ini jelas terbukti dengan meningkatnya aksi kriminal, modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih, seiring kemajuan dan perkerkembangan zaman sekarang ini. Tetapi yang dirasakan oleh masyarakat tidak sesuai dengan apa yang menjadi tugas dan fungsi dari polisi itu.

Padahal fungsi dan prefesionalisme kepolisian sangat berperan penting dalam penanggulangan tindak pidana kriminal. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom dan pelayan kepada masyarkat.

Jim Burack dalam Pudi Rahardi (2007) membagi 2 konsep jenis polisi yaitu: (1) Profesionalisme Tradisional yakni didasarkan pada sense of integrity (integritas), honesty (kejujuran), dan adherence (kesetiaan) kepada kode etik (code of ethich). (2) Profesionalisme Modern adalah polisi melibatkan dan mengikut sertakan masyarakat dalam melawan kejahatan.

Polisi yang menyandang predikat profesionalisme merupakan polisi pintar (police smarter). Karena kejahatan semakin kompleks dan berkembang canggih, polisi harus pintar dan bertindak jujur serta mempunyai integritas yang tinggi. Jadi, harus dilakukan kombinasi antara profesionalisme tradisional dengan profesionalisme modern dalam kepolian Indonesia. Masalahnya adalah mengapa kasus kejahatan selama ini sulit terungkap? Mengapa aparat kepolisian begitu sulit untuk menangkap para pelaku kejahatan? Karena boleh jadi, kedua hal itu membuat para pelaku semakin berani menjalankan aksinya.

Oleh itu, penting bagi aparat keamanan untuk mengambil langkah-langkah deteksi dini. Sekaligus merespons secara cepat dan tepat setiap peristiwa aksi kejahatan atau kekerasan yang terjadi di masyarakat.

Dalam banyak kasus kejahatan yang menimpa masyarakat, seolah polisi tidak hadir. Kota tanpa polisi tidaklah mungkin. Polisi tanpa negara (kota) hanya ada di dunia antah berantah. Begitu menyatu hubungan polisi dengan negara, sehingga keberadaan yang satu mewajibkan keberadaan yang lain. Di mana pun di muka bumi, tugas polisi itu sungguh mulia: menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

Tentu tidaklah elegan, jika pihak aparat keamanan melakukan suatu tindakan atau gagal untuk mengambil tindakan/pembiaran (by ommission) terhadap setiap peristiwa yang mengancam keselamatan warga negara. Tidak boleh terjadi ada tindakan pembiaran atas kejahatan dalam bentuk apapun, kepada siapapun, karena itu berarti merampas hak rasa aman masyarakat secara sistematis.

 

================================

sumber : harian.analisadaily.com, 4 Mei 2015



Tag: Farid wajdi, LAPK, Polisi

Post Terkait

Komentar