post.png
KISARAN.jpg

Kuliah Klinis Hukum di STIHMA Kisaran Farid Wajdi: Dorong Terwujudnya Peradilan Bersih

POST DATE | 22 November 2022

KISARAN (Waspada): Farid Wajdi, Anggota Komisi Yudisial RI (2015-2020) dan dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) mengisi kuliah pada klinis hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Asahan, Kisaran pada Jumat (18/11) di aula STIHMA. Kuliah klinis hukum tersebut diikuti para mahasiswa yang sedang dalam proses perkuliahan di semester akhir dan dosen di lingkungan STIHMA, Kisaran.
Ketua STIHMA Kisaran Ratmi Susiani Sagala mengatakan, klinis hukum adalah mata kuliah yang memiliki tujuan agar mahasiswa/peserta didik memiliki kepekaan sosial, kepedulian terhadap kasus hukum yang terjadi.
Selain itu, para mahasiswa/peserta didik akan diasah untuk memiliki kemampuan analisis peraturan perundang-undangan terhadap kasus hukum (pidana ataupun perdata) yang terjadi, baik yang telah diputus oleh pengadilan atau belum. Kegiatan klinis hukum mengundang para narasumber yang kompeten sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan para mahasiswa nantinya.
Farid Wajdi memberi ceramah berjudul “Eksistensi Komisi Yudisial Dalam Pengawasan Perilaku Hakim.” Dalam ceramahnya Farid Wajdi menyampaikan latar belakang berdirinya Komisi Yudisial, bermula dari ide pembentukan lembaga pengawas hakim, sudah ada sejak tahun 1968, yaitu pada saat Mahkamah Agung mengusulkan pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang fungsinya memberikan pertimbangan atau saran tentang pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan jabatan kepada hakim.
Gayung bersambut, pasca-penetapan Undang-Undang Nomor 35/1999 tentang Kekuasaan Kehakiman wacana adanya lembaga baru sebagai “penyeimbang” lembaga kekuasaan kehakiman juga mengemuka dalam rapat pembahasan perubahan UUD 1945.
Bahkan dalam pembahasan sempat mengemuka dua istilah, yaitu “Dewan Kehormatan Hakim” dan “Komisi Yudisial”.
Menurut Farid Wajdi, berkaitan data terkini, jika merujuk pada data yang dikeluarkan KPK jumlah hakim yang melakukan tindak pidana korupsi (2010-Juli 2022) di lingkungan MA dan lembaga peradilan yang di bawahnya adalah sebanyak 23 orang belum termasuk Hakim Agung SD dan GZ dan hakim yudisial di MA, yang belakangan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
"Angka tersebut di luar hakim yang diberhentikan karena tersangkut isu penyuapan atau gratifikasi dalam penanganan perkara melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH) oleh MA-KY," kata Founder Ethics of Care itu.
Farid mengatakan, publik dan perguruan tinggi serta masyarakat sipil termasuk media massa perlu terus mendorong terwujudnya peradilan yang bersih, akuntabel dan transparan. Caranya, yaitu menegakkan prinsip Independensi di Lembaga peradilan karena independensi tidak pernah berdiri sendiri, sebab di mana ada independensi maka disitu pula terdapat akuntabilitas yang sama pentingnya untuk juga diperjuangkan. (m16)

=============

Sumber: Waspada, Senin, 21 November 2022, hlm. B6 



Tag: , , , , , Farid wajdi

Post Terkait

Komentar