post.png
wakaf_tunai.jpg

Layar Terkembang di Ladang Wakaf

POST DATE | 03 April 2017

Judul : Hukum Wakaf Tunai
Penulis : Dr. Suhrawardi K. Lubis SH. Sp.N, MH., dan Dr. Farid Wajdi, SH. M.Hum.
Penerbit : Citra Aditya Bakti, Bandung
Tebal : 239 + xvi, termasuk lampiran
 
Siapa bilang urusan wakaf tidak bisa menimbulkan sengketa antar anggota keluarga? Dilandasi nilai-nilai keimanan yang kuat, penyerahan wakaf bisa berujung pada sengketa setelah yang mewakafkan meninggal dunia. Apalagi jika tanah wakaf itu diserahkan kepada nazhir tanpa disertai bukti-bukti tertulis. Tanah wakaf masjid sekalipun bisa digugat, seperti yang terungkap dalam putusan MA No. 57 K/AG/1999, tertanggal 27 April 2000.
 
Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2015 mengungkapkan ada 3 perkara wakaf yang masuk tingkat kasasi. Meskipun hanya 0,35 persen dari total 860 perkara kasasi yang masuk ke kamar agama, itu membuktikan fakta masalah wakaf tak selalu berjalan mulus.
 
Salah satu penyebabnya, para pihak kurang memahami esensi wakaf, baik dari sudut pandang agama (Islam) maupun sudut pandang peraturan perundang-undangan nasional. Dalam hukum Indonesia, wakaf diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka watu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
 
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Harta benda wakaf bisa berupa benda tidak bergerak, bisa juga benda bergerak. Dalam perkembangan ekonomi, sudah sering terjadi orang mewakafkan uang. Karena itulah kini dikenal wakaf tunai.
 
Ada banyak tulisan tentang wakaf tunai tersebar, baik yang ditulis ahli-ahli agama, maupun ekonom dan ahli hukum. Tanpa mengurangi makna buku yang ditulis ekonom atau agamawan, buku wakaf yang ditulis orang hukum akan lebih sesuai dengan para pembaca dari kalangan hukum. Buku Hukum Wakaf Tunai (2016) yang ditulis Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi termasuk dalam kategori terakhir.
 
Kedua penulis berlatar belakang ilmu hukum dan akademisi yang sehari-hari mengajar bidang hukum di kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Namun latar belakang itu tak membuat buku ini kering dari landasan-landasan keagamaan institusi wakaf. Buku ini tetap memuat bagaimana payung hukum agama (Islam) memandang wakaf, termasuk dari mazhab-mazhab yang berkembang (hal. 63-76).
  
Seperti buku dan tulisan lain mengenai wakaf, salah satu fokus perhatian penulis adalah bagaimana memaksimalkan kontribusi dan potensi wakaf tunai untuk kemaslahatan yang lebih besar. Tujuan ini membawa konsekuensi perubahan paradigma tentang wakaf. Jika merujuk pada UU No. 41 Tahun 2004  tentang Wakaf, harta benda wakaf yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum (hal. 37).
 
Sebelum UU No. 41 Tahun 2004, seringkali ikrar wakaf disampaikan secara lisan dan bermodalkan saling percaya. Ini dilandasi pandangan bahwa wakaf adalah amal ibadah sehingga pihak yang diamanahkan harta benda wakaf tidak akan mengalihkan atau mengubah peruntukan benda wakaf. Faktanya, sering terjadi sengketa mengenai wakaf. Bahkan ada lahan wakaf yang hilang karena berpindah tangan secara tak jelas. Setelah UU tersebut lahir ada dorongan kuat untuk mendaftarkan harta benda wakaf.
 
Meskipun sudah ada payung hukumnya bukan berarti tak ada potensi sengketa. Potensi konflik dapat terjadi dalam bentuk rebutan harta benda wakaf. Alhasil, ahli waris pewakaf sering ribut dengan nazhir (hal. 125). Dalam konteks sengketa semacam inilah mekanisme penyelesaian hukum wakaf menjadi penting. Dan buku ini mencoba memberikan deskripsi bagaimana seharusnya sengketa wakaf diselesaikan.
 
Berdasarkan diskusi dengan penulis ternyata buku ini sebenarnya berasal dari disertasi penulis pertama di Malaysia. Setelah penulis pertama meninggal dunia, penulisan ke dalam bentuk buku dan penyesuaian dengan  peraturan perundang-undangan Indonesia, dilanjutkan penulis kedua. Dengan berbagai pertimbangan, ada beberapa bagian yang terpaksa dipotong.
 
Tentu saja, untuk mengetahui bagaimana teknis mekanisme penyelesaian sengketa itu sebaiknya Anda membaca langsung buku yang diterbitkan penerbit Citra Aditya Bakti Bandung ini. Untuk melengkapi pemahaman Anda aspek-aspek yuridis wakaf, buku ini melampirkan UU Wakaf.
 
Alangkah lebih bermanfaat lagi jika buku ini dilengkapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang (waqf al-nuqud). Fatwa itu lahir sebelum UU No. 41 Tahun 2004.
 
Selamat membaca…!
 
Selasa, 23 Agustus 2016
 
Cover Buku Hukum Wakaf Tunai


Tag: Wakaf

Post Terkait

Komentar