post.png
ilustrasi-perlindungan-konsumen.jpg

Mekanisme Pasar dan Perlindungan Konsumen

POST DATE | 30 Juli 2017

Masih ingat dengan masalah keterlambatan pemberangkatan pesawat (delay) dari pihak maskapai Lion Air? Kasus keterlambatan pesawat yang terjadi pada Rabu, 18 Febuari 2015 hingga sekarang yang membuat penumpang kecewa. Kasus itu dalam bidang penerbangan merupakan wujud konkrit buruknya perlindungan konsumen di Indonesia.

Sebenarnya masih banyak kasus lain  yang tidak menggembirakan kaitannya dengan upaya perlindungan konsumen. Coba buka lagi lembaran hitam ketika pemerintah membiarkan pemadaman listrik bertahun-tahun. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus dikerek mengikuti irama harga pasar.

Bahkan rezim Jokowi-JK telah melepas harga BBM sesuai mekanisme pasar. Pelepasan harga BBM ke mekanisme pasar adalah sukses besar menyempurnakan liberalisasi sektor migas. Dengan kata lain, pencabutan subsidi menunjukkan telah semakin sempurnanya liberalisasi tata kelola dan tata niaga minyak di Indonesia. Dicabutnya subsidi untuk premium dan dipakainya skema fixed subsidy (subsidi tetap) untuk solar telah menyebabkan harga BBM sangat tergantung dengan mekanisme pasar.

Begitu pula dengan kenaikan tarif listrik yang membebani konsumen. Pelayanan rumah sakit yang diskriminatif terhadap pasien yang tidak mampu. Kondisi transportasi yang tidak memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Misalnya sudah tradisi tahunan, dapat disaksikan calon penumpang kereta api harus berbondong-bondong dan begadang untuk membeli tiket mudik Lebaran. Subsidi dicabut dan harga komoditas publik berfluktuasi membuat pemerintah sedang mengarahkan kemudi negara ke arah mekanisme pasar.

Ada apa dengan mekanisme pasar? Faktanya, mekanisme pasar yang didewakan itu tidak bekerja dengan baik, sehingga tujuan kesejahteraan (welfare) tidak terwujud? Menurut Teguh Suripto (2015) ada banyak faktor yang memengaruhi:

Pertama, bentuk sistem ekonomi, yang selama ini berlaku adalah sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi yang menghasilkan pengakuan hak individu menjadi lemah, sementara penguasaan sumber daya semakin kuat. Pelaku usaha begitu kuat menggenggam sumber daya dan pasar, sedangkan posisi konsumen menjadi sangat lemah.

Kekuatan konsumen sebagai pelaku ekonomi tidak mampu untuk memengaruhi pasar dan sepenuhnya pasar telah dikuasai pelaku usaha. Jadi, ketika harga BBM mengalami kenaikan dengan mudahnya para pelaku usaha menaikkan harga barang. Tetapi sebaliknya ketika harga BBM diturunkan sangat sulit pelaku usaha menurukan harga barang.

Kedua, lemahnya kontrol dari pemerintah. Adam Smith, menyebut dalam kegiatan ekonomi, ada yang disebut dengan Invisible Hand (tangan gaib). Perannya adalah untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dimaksud tangan gaib itu  termasuk pemerintah. Pemerintah sebagai regulator, pengambil keputusan, memiliki kekuatan untuk mengendalikan pasar, mengawasi dan mengarahkan pasar pada tujuan kesejahteraan bersama.

Dalam kasus kenaikan atau penurunan BBM, pemerintah tidak mencari cara untuk mengendalikan harga barang yang diproduksi oleh pelaku usaha. Jadilah pelaku usaha mengikuti fluktuasi harga BBM dalam menentukan harga barang.

Ketiga, perlindungan terhadap konsumen masih lemah. Konsumen sebagai salah satu pelaku ekonomi masih banyak menjadi obyek bukan subyek dalam kegiatan ekonomi. Oleh itu, perlindungan pemerintah terhadap konsumen masih lemah. Banyak perlakuan kepada konsumen yang belum layak. Misalnya sarana transportasi umum, masyarakat pengguna sarana transportasi umum masih memperoleh pelayanan yang kurang memuaskan atau kurang layak.

Kondisi riel, walaupun harga sudah naik tetapi pelayanan sarana transportasi masih jauh dari standar yang diharapkan. Lemahnya perlindungan terhadap konsumen ini, membuat posisi pelaku usaha semakin kuat dalam sistem mekanisme pasar.

Pelbagai kasus tidak mencerminkan pemihakan kepada posisi konsumen bahkan pelanggaran terus bermunculan sepanjang tahun. Jadi, sangat mustahil bicara kualitas perlindungan terhadap konsumen jika pemerintahan yang berjalan tidak peduli pada ihwal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

Nirkomitmen Perlindungan Konsumen

Jika merujuk kepada esensi Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada hakekatnya memberikan aturan main kepada pelaku usaha agar melakukan aktivitas usahanya secara profesional, jujur, beretika bisnis, tertib mutu, tertib ukur dalam konteks pemenuhan persyaratan perlindungan konsumen.

Hal itu tercapai jika barang dan jasa yang diperdagangkannya aman untuk dikonsumsi konsumen. Bila aktivitas usaha dapat memenuhi itu semua, ditambah dengan pemenuhan preferensi konsumen maka di pasar dalam negeri diharapkan tidak ada lagi produk-produk sub-standar yang beredar.

Pemerintah berkewajiban melakukan upaya pendidikan dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas hak-haknya sebagai konsumen. Melalui instrumen yang sama juga diharapkan tumbuhnya kesadaran pelaku usaha dalam aktivitasnya, yang menerapkan prinsip ekonomi sekaligus tetap menjunjung hal-hal yang patut menjadi hak konsumen.

Untuk itu perlu penguatan peran pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pasar. Teguh Suripto (2015) menawarkan konsepsi perbaikan itu dapat dilakukan melalui;

Pertama, pemerintah mesti melakukan perbaikan sistem ekonomi yang berlaku. Sistem ekonomi  yang menghargai kepentingan para individu dalam mencapai kesejahteraan. Perlakuan terhadap konsumen dan mesti seimbang dan sama dalam mekanisme pasar.

Kedua, pemerintah memiliki peran yang cukup besar terutama dalam mengarahkan mekanisme pasar, dan berperan pula sebagai penyeimbang diantara pelaku usaha dan konsumen. Cuma dengan jalan itu keadilan, kesejahteraan dan kebersamaan dalam kegiatan perekonomian terwujud dengan mudah. Fluktuasi kenaikan harga dapat dikendalikan dengan baik, agar memberikan keuntungan yang sama bagi pelaku usaha dan konsumen.

Ketiga, perlu ada peningkatan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap konsumen. Setiap pelaku usaha seharusnya memahami mekanisme pasar sebagai mekanisme yang menciptakan keadilan, dan kesejahteraan bersama. Perlindungan konsumen oleh pemerintah perlu semakin diperbaiki dan ditingkatkan, agar konsumen mendapatkan kualitas barang yang baik, dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan konsumen dalam aktivitas ekonomi akan tercipta dengan baik.
Konsepsi itu memang membutuhkan suatu keberanian untuk diterapkan. Persis mengikuti keberanian pemerintah tatkala mengeksekusi mati bagi para pengedar narkoba di negeri ini. Yups...!

========

Sumber: http://www.medanbisnisdaily.com



Tag: , ,

Post Terkait

Komentar