post.png
buku_KY.jpg

Mengawal Integritas Wakil Tuhan

POST DATE | 25 November 2019

Andryan, Dosen FH UMSU

Judul: Memperkuat Komisi Yudisial dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan

Penulis: Farid Wajdi

Penerbit: Setara Pers

Tebal buku: 146 halaman

Hakim mempunyai kemerdekaan yang tidak dapat di intervensi oleh kekuasaan manapun dalam memutus suatu perkara yang ditanganinya. Meskipun demikian, mengutip pendapat Bismar Siregar, bahwa di samping bebas dalam memutus suatu perkara, tetapi seorang hakim harus tetap memperhatikan tanggungjawabnya, berintegritas, serta jauh dari hal-hal yang mencederai marwahnya sebagai "wakil tuhan" di dunia.

Tidak ada reformasi jika tidak dilakukan perubahan sistem yang dimulai dari rekrutmen, budget, akuntansi, manajemen perkara manajemen peradilan, penggajian, serta pelatihan. Disamping itu, penguatan Komisi Yudisial (KY) dalam hal pengawasan eksternal tidak hanya terhadap perilaku hakim, tetapi juga terhadap manajemen peradilan di MA.

Hal ini karena betapa kekuasaan yang berlebihan dapat melakukan hal-hal sewenang-wenang (abuse of power). Terlebih lagi, tanpa kontrol dari pihak manapun, apabila penyelenggaraan pengadilan tidak dilakukan secara transparan, terbuka dan akuntabel, maka jadilah korupsi merajalela, kronisme, hedonisme, dan segala bentuk penyelewengan dan kewenangan terjadi.

KY sebagai lembaga dari rahim reformasi dan amanat konstitusi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24B UUD 1945, berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim. Sebagai lembaga negara mandiri, KY tidak dapat dipengaruhi oleh cabang kekuasaan lainnya. Dengan demikian, KY dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bersifat independen, terlepas dari intervensi dan bertindak secara objektif.

Kehadiran KY dalam memberikan pengawasan terhadap hakim, tidak lain karena pada pertengahan tahun 1980-an, lembaga peradilan di negeri ini mendapat sorotan tajam karena dililit oleh “mafia peradilan”. Di mana “mafia peradilan” sebagai gambaran terhadap sebuah proses pengadilan yang korup dengan adanya kolusi antara catur wangsa penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, pengacara). Kelahiran KY sebagai sebuah agenda reformasi untuk memberantas praktek mafia peradilan menjadi sebuah pencapaian besar dalam sistem ketatanegaraan republik ini.

Buku dengan judul "Memperkuat Komisi Yudisial Dalam Menjaga Integritas Wakil Tuhan" ini, menjadi hal yang sangat menarik karena ditulis secara langsung oleh salah satu komisioner KY, yang sangat paham secara kewenangan dan praktis terhadap kelembagaan pengawal wakil tuhan tersebut. Dalam buku ini, terbagi dalam tiga bagian tema yang akan membawa kita menelusuri pemahaman baik secara teoritis maupun praktis terhadap kelembagaan KY.

Bagian Pertama, Memperkuat Peran Komisi Yudisial, pada bagian ini penulis menyadari sebagai salah satu pimpinan, perlu ada penguatan peran terhadap kelembagaan KY. Prinsip utama pengawasan oleh Komisi Yudisial bertujuan agar semua hakim dalam menjalankan wewenang dan tugasnya sungguh-sungguh didasarkan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebenaran, dan rasa keadilan masyarakat serta menjunjung tinggi kode etik profesi hakim.

Dengan demikian, hakim yang bersangkutan telah menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Adanya kehormatan dan keluhuran martabat kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bersifat imparsial (independent and impartial judiciary) diharapkan dapat diwujudkan, yang sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik segi hukum maupun segi etika. (hlm.  21)

Menurut penulis buku yang juga sebagai Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, setidaknya peran KY dapat dilakukan dengan penguatan pengawasan. Dengan posisi KY dalam menjaga dan menegakkan kehormatan hakim, perlu diperhatikan apakah putusan yang dibuat telah sesuai dengan kehormatan hakim dan rasa keadilan yang timbul dimasyarakat.

Kemudian, demi keluhuran martabat hakim, KY harus mengawasi apakah profesi hakim itu telah dijalankan sesuai etika profesi dan memperoleh pengakuan masyarakat. Tujuan lain pengawasan itu, menjaga agar para hakim tetap dalam hakikat kemanusiaannya, berhati nurani, sekaligus memelihara harga dirinya, dengan tidak melakukan perbuatan tercela. (hlm. 25)

Bagian Kedua, Titik Taut independensi dan Akuntabilitas Peradilan. Pada pembahasan bab ini penulis mengulas peradilan sebagai kekuasaan yang merdeka dan bebas sebagai jaminan ketidakberpihakan hakim disebut dengan independensi kekuasaan peradilan. Independensi dapat dimaknai sebagai suatu keadaan ketika seseorang tidak boleh dikontrol atau dipengaruhi oleh pihak lain, baik pengaruh yang bersifat politik (kekuasaan) maupun uang (ekonomi). (hlm. 50).

Makna penting bagi eksistensi lembaga yudikatif sebagai salah satu pilar dari negara hukum yang demokratis adalah memiliki konsekuensi terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang tidak saja independen, tetapi juga memiliki akuntabilitas demi tegaknya keadilan, kepastian, dan ketertiban hukum sebagai tujuan utama hukum yang otentik. (hlm. 51)

Bagian Ketiga, Merawat Integritas Wakil Tuhan. Pada pembahasan terakhir, penulis mendiskripsikan hakim sebagai wakil tuhan yang harus dirawat integritasnya. Syarat utama "wakil tuhan" bertahta marwah yang terhormat dan bermartabat luhur dapat ditegakkan, jika kode etiknya telah berdiri tegak. Kode etik adalah bingkai utama bagi hakim ketika menegakkan hukum  dan keadilan. Menegakkan kode etik bermakna independensi hakim, terjaga dari segala intervensi.

Independensi itu harus diimbangi dengan akuntabilitas hakim. Internalisasi kode etik dapat menghindari terjadinya ketidakmandirian hakim, sekaligus menyelaraskan pertanggungjawaban hakim kepada rakyat dan Tuhan. (hlm. 101)

Sebagai negara hukum, hakim memiliki kedudukan dan peranan penting demi tegakknya negara hukum. Oleh karenanya, KY diberikan kedudukannya secara konstitusional dalam kekuasaan kehakiman, maka sudah sangat tegas disebutkan bahwa KY merupakan lembaga negara yang sangat vital untuk menjaga martabat hakim dan mengawasinya agar tidak dikotori oleh praktik mafia peradilan.

Tidak ada reformasi peradilan tanpa dibarengi dengan penguatan kelembagaan KY dalam mengawal integritas wakil tuhan di dunia. Secara umum, buku ini menjadi referensi yang bernilai sangat baik karena mengulas secara khusus terhadap kelembagaan KY.

Di samping itu, penulis buku yang juga sebagai praktisi hukum dan komisioner KY ini, tidak lupa memberikan catatan penting dan rekomendasi terhadap penguatan KY sebagai lembaga yang konsen dalam mengawal dan menegakkan hakim sebagai salah satu pilar dalam menegakkan hukum.

===============

Sumber: Waspada, Rabu 6 November 2019



Tag: , , ,

Post Terkait

Komentar