post.png
IMG_3824.JPG

Muhammadiyah Yang Mencerahkan Refleksi Musywil XII Muhammadiyah Sumatera Utara

POST DATE | 08 Juli 2017

Muhammadiyah Sumatera Utara akan melaksanakan Musyawarah Wilayah (Musywil) XII pada 26-29 November 2015 di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan. Musywil ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah (Pasal 25 ayat (1) Anggaran Dasar Muhammadiyah).
Secara normatif musywil diikuti: Anggota Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang dan Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah (Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Tapak Suci, dan Hizbul Wathan). Musywil XII mengambil tema: ‘Gerakan Pencerahan Menuju Sumatera Utara yang Bersih”.
Jika ditilik dari segi sejarah Muhammadiyah masuk ke daerah Sumatera Utara menurut M. Nur Rizali (1990) dimulai dengan adanya kegiatan dakwah yang dilaksanakan pada tanggal 25 November 1927 di Jalan Nagapatan/Jalan Kediri Kampung Keling Medan. Mulai dari kelompok pengajian agama/majelis taklim pedagang yang berasal dari daerah Minangkabau, Jawa dan Mandailing yang lebih dahulu di daerah asalnya dibangun organisasi Muhammadiyah.
M. Nur Rizali (1990) melanjutkan bahwa pendidikan agama/majelis taklim para pedagang perantau ini awalnya secara tidak sengaja difokuskan dalam kegiatan muzakarah dan kegiatan sholat di tempat ibadah yang berlokasi di Pasar Bundar.
Sejalan dengan itu, ketua Muhammadiyah HR. Muhammad Said yang pada waktu itu juga sebagai pemimpin koran Pewarta Deli, membuat tulisan-tulisan yang isinya menjelaskan organisasi dan gerakan Muhammadiyah. Lewat upaya itu, Muhammadiyah secara bertahap mulai dikenal oleh masyarakat, khususnya di daerah Sumatera Timur.
Karena perkembangan yang begitu pesat Muhammadiyah di Sumatera Timur, pada Kongres Muhammadiyah ke-30 di kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat, HR Muhammad Said telah diterima menjadi Kepala Perwakilan Hofd Bestur (HB) Muhammadiyah untuk daerah Pesisir Timur. Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempercayakan pelaksanaan Kongres ke-28 Muhammadiyah seluruh Indonesia (Muktamar Muhammadiyah) di Kota Medan pada tanggal 19 sampai 25 Juli 1939 (M. Nur Rizali, 2000).

Muhammadiyah Yang Mencerahkan 
Tema besar yang diusung Musywil XII Muhammadiyah Sumatera Utara, yaitu: Gerakan Pencerahan Menuju Sumatera Utara yang Bersih, sesungguhnya sangat kontekstual baik dari segi substansi maupun pada momentumnya. Sumatera Utara saat ini dalam musibah besar. Tenda yang memayungi telah koyak akibat perilaku koruptif para pemimpinnya yang aji mumpung. Kasus dugaan korupsi membelit para elit eksekutif dan legislatif.
Para pimpinan lembaga eksekutif dan legislatif yang notabene adalah pilihan masyarakat, menjadi tersangka korupsi uang negara dan menginap di hotel prodeo. Eksesnya adalah suasana pemerintan di Sumatera Utara saat ini sangat memprihatinkan, suram tak berenergi. Bahkan sebagian kalangan menilai kalau kondisi pemerintahan di Sumut saat ini sudah dapat dikatakan ‘mati suri’. Semuanya itu adalah akibat kepemimpinan dan pemimpinnya yang tidak mencerahkan dan tidak bersih.
Tema Musywil XII yang menonjolkan Gerakan Pencerahan Menuju Sumatera Bersih memantulkan visi Muhammadiyah untuk berkontribusi bagi kemajuan Sumatera Utara, dan bangsa sesuai ajaran pendirinya KH Ahmad Dahlan. Produk Musywil XII diharapkan menempatkan Muhammadiyah semakin mampu mencerahkan umat dan mengawal kemajuan peradaban bangsa.
Menteri Agama Lukman Saifuddin (Republika, 03 Agustus 2015) pada Muktamar Muhammdiyah ke-47 di Makassar pada 3-7 Agustus 2015 mengatakan bahwa Muhammadiyah dapat menjadi mitra pemerintah dalam membebaskan masyarakat dari segala penghambat kemajuan seperti kemiskinan dan korupsi serta mencerdaskan bangsa melalui pendidikan dan penguasaan teknologi.
Dengan kata lain, Muhammadiyah tidak lagi hanya pada gerakan strategis pengembangan kebudayaan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Muhammadiyah mesti berdakwah dikalangan korban-korban dari proses pembangunan ini, yakni kelompok-kelompok marjinal, buruh, petani, nelayan, hingga kaum papa. Peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) yang secara khusus mengembalikan ideologi Muhammadiyah dengan teologi Al Ma’un, harus terus diberdayakan secara maksimal.
Mencerahkan bermakna kader Muhammadiyah mesti berada digarda depan atau bertindak sebagai inisiator untuk memperbaiki moral bangsa. Korupsi misalnya, telah menjelma seperti agama baru, telah mencabik dimensi keadilan dan kesejahteraan sosial. Ketika melawan korupsi, maka Anggota, mubaligh, aktivis, dan pimpinan Muhammadiyah di mana pun termasuk yang berada di Organisasi Otonom, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan seluruh lingkungan Persyarikatan harus secara massif menggerakkan kembali jiwa, pikiran, dan langkah dakwah pencerahan ke dalam gerakan pencerahan. Tanpa itu makna gerakan pencerahan seperti pohon rindang tak berbuah.
Oleh itu, sesuai dengan berkembangnya sisi kemanusiaan manusia diperlukan kapabilitas, kapasitas keilmuan kader yang mumpuni. Selain itu, perlu diimbangi pula dengan internalisasi nilai yang menjadi akhlak kepemimpinan Muhammadiyah. Kader Muhammadiyah harus mampu melihat kondisi masyarakat sekitar, lalu berbuat untuk memperbaiki, mencerahkan dan membersihkan keadaan.
Kader kepemimpinan di Muhammadiyah tidak hanya untuk Muhammadiyah tetapi juga untuk Sumatera Utara, atau Indonesia, bahkan untuk semesta dunia, rahmatan lil alamin. Perhelatan Musywil XII harus mampu melakukan pencerahan dan membersihkan.
Haedar Nashir (2015) memaknai pencerahan itu dengan usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam, sehingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan utama dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta alam.
Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, perdagangan anak dan perempuan dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan lainnya. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-Iaki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Menurut Haedar Nashir (2015) Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhtiar mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu'afa dan mustadh'afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Pertanyaan, apakah Musywil XII Muhammadiyah Sumatera Utara mampu menangkap makna penting tema: Gerakan Pencerahan Menuju Sumatera Utara yang Bersih itu?

 

========

Sumber: Waspada, 30 November 2015



Tag: ,

Post Terkait

Komentar