POST DATE | 26 Juli 2017
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan komitmen perusahaan untuk bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan terhadap dampak yang timbul akibat beroperasinya perusahaan disuatu daerah. Bila sebelumnya perusahaan hanya memperhatikan keuntungan (profit), ke depan perusahaan juga harus memperhatikan masyarakat (people) dan lingkungan (planet).
Salah satu implementasi konsep CSR adalah dengan menjalankan program community development (pengembangan masyarakat). Program ini merupakan kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisisi sosial ekonomi dan kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya.
Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya. Namun, kebanyakan hanya bersifat charity (bantuan atau amal) dan dampaknya hanya bersifat sementara karena dana yang digunakan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Ke depan, diperlukan suatu standar penerapan CSR yang baik sehingga dana besar yang dikeluarkan tidak terkesan sia-sia.
Tidak semua perusahaan wajib melaksanakan CSR atau Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), karena sampai saat ini baru terdapat 4 (empat) peraturan yang mengatur CSR berdasarkan jenis usaha yang berbeda:
Pertama, Permen BUMN No: Per-05/MBU/2007, mengenai Program Kemitraan (PK) Pasal 1 ayat 6 tentang bantuan terhadap peningkatan usaha kecil, dan Pasal 1 ayat 7 mengenai Program Bina Lingkungan (BL), meliputi bantuan terhadap korban bencana alam, pendidikan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, bantuan sarana ibadah, dan bantuan pelestarian alam.
Kedua, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 74 ayat 1 “Tanggungjawab sosial dan lingkungan bagi perseroan yang menangani bidang atau berkaitan dengan SDA”, ayat 2 “Perhitungan biaya dan asas kepatutan serta kewajaran, ayat 3 mengenai sanksi, dan ayat 4 mengenai aturan lanjutan.
Ketiga, UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 15 (b) ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan".
Keempat, Peraturan bagi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi, sesuai UU No 22 Tahun 2001, Pasal 13 ayat 3 (p) tentang ketentuan pokok ”Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”.
Namun, payung hukum tanggung jawab sosial perusahaan berupa UU yang telah disebutkan di atas belumlah cukup untuk mewajibkan perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya. Setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mempertegas UU tersebut.
Pertama, dibutuhkan Peraturan Pemerintah untuk memperjelas besaran dana CSR yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan punya standar pengeluaran dana CSR sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kedua, Peratuan pemerintah atau Keputusan Menteri dibutuhkan untuk implementasi, pengawasan dan rincian sanksi apabila ada perusahaan yang tidak mengeluarkan dana CSR yang telah ditetapkan besarannya. Sanksi ini berfungsi sebagai warning bagi perusahaan yang masih enggan menjalankan tanggung jawab sosialnya. Sanksi ini bisa berupa teguran dan bahkan sampai pada pemutusan kontrak karya perusahaan (Muhammad Rudi Rumengan, 2011).
//Perda Dana CSR//
Secara hakikat dana CSR bukanlah hal yang mudah dalam arti menetapkan program asal jalan, asal sumbang, asal bangun dan asal ada anggaran, yang ada pada akhirnya malah merusak social capital masyarakat. CSR dilakukan berdasarkan pertimbangan matang sesuai “kebutuhan masyarakat” bukan “keinginan masyarakat” apalagi “keinginan pemerintah”.
Setidaknya menurut Rahmatullah (2010) terdapat lima tahap dasar dalam melakukan CSR, mulai dari need assessment (kajian kebutuhan), plan of treatment (perencanaan program), treatment action (aplikasi program), termination (pemutusan bantuan) dan evaluation (evaluasi).
Setiap proses CSR membutuhkan waktu, membutuhkan mereka yang memiliki kapasitas dalam pengelolaannya, karena program CSR berkaitan dengan lokalitas, kebermanfaatan, keberdayaan, hubungan mutualisme, dan kepentingan stakeholder (pemangku kepentingan).
Lalu, bagaimana kini peran sosial perusahaan? Apa dampak terhadap lingkungan, sudahkah memberdayakan masyarakat setempat atau malah membuat ketergantungan. Kemudian Pemda memberikan evaluasi hingga berhak memberikan sanksi.
Akan menjadi tidak elegan, jika CSR yang menjadi domain perusahaan lalu dananya malah dihimpun pemerintah daerah, terus aktivitasnya pemerintah yang menjalankan. Kalau begitu, siapa yang menjalankan fungsi kontrol dan evaluasi? Tugas pemerintah bukanlah berupaya menghimpun dana CSR. Tetapi pemerintah harus mengontrol penerapan CSR agar berjalan ideal, berkelanjutan, sesuai konsep pemberdayaan masyarakat (community empowerment).
Apalagi substansi CSR bukan pada aspek penghimpunan dana dan pembangunan infrastruktur semata, tapi bagaimana perusahaan mampu memberdayakan masyarakat setempat tanpa menumbuhkan ketergantungan.
Lalu, terkait dengan adanya wacana membuat perda mengenai dilembaga legislatif mengenai pengelolaan dana CSR perlu beberapa pertimbangan karena Perda CSR pada akhirnya akan menimbulkan beberapa bias. Pertama, ada kesan Pemda berupaya membagi tanggungjawab pembangunan kepada swasta. Kedua, Upaya menghimpun dana CSR perusahaan oleh Pemda yang kemudian menjadi klaim meningkatnya APBD dan seolah program Pemda, padahal berasal dari kontribusi swasta. Ketiga, Pemda berupaya mengelola program CSR satu atap, walaupun belum jelas konsep, pola dan tata laksananya. Keempat, Perusahaan memang tidak serius dalam mendesain dan melaksanakan program CSR (Rahmatullah, 2011).
Kalaupun Perda dana CSR harus dibuat titik beratnya adalah mengenai bentuk dan model kegiatan dari program community development dengan memperhatikan pola kehidupan masyarakat, kearifan lokal dan budaya dari masyarakat tersebut. Menekan angka kemiskinan dan pengangguran memerlukan peran swasta untuk membantu pemerintah.
Dalam pandangan Muhammad Rudi Rumengan (2011) kalau diimplementasikan dengan baik CSR memiliki keuntungan bagi perusahaan dalam dua sisi. Sisi internal, implementasi CSR dapat mengurangi biaya produksi, menambah keuntungan, meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen dan mengurangi resiko. Sisi eksternal, penerapan CSR akan membentuk reputasi, kepercayaan publik dan membangun modal sosial.
Penerapan konsep CSR yang baik membuat masyarakat sekitar akan merasa perusahaan tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi juga peduli terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar dan lingkungan. Semoga….!
========
Sumber: http://www.medanbisnisdaily.com