post.png
ekonomi_halal.jpg

Perspektif Ekonomi Label Halal

POST DATE | 05 April 2017

Jaminan kepastian halal suatu makanan atau produk, eksistensinya terlihat dalam bentuk sertifikat halal dan label halal pada kemasan produknya (Anton Apriyantono, 2007).

Dengan kata lain, untuk mengetahui informasi halal-haram atas produk dapat diketahui melalui penggunaan label. Tanpa label (tanda) masyarakat sulit memastikan bahan mentah, komposisi dan proses yang dilalui produk makanan itu (Ahmad H. Sakr, 1993).

Nura Mayasari (2007) mengatakan cara yang paling mudah dilakukan untuk memilih produk halal ialah dengan melihat ada tidaknya label halal pada bungkusannya. Pengusaha mesti terlebih dahulu mendapat sertifikat halal, baru kemudian berhak mencantumkan label halal.

Noriah Ramli (2007) mengatakan penggunaan label halal atas produk berfungsi sebagai satu mekanisme yang mengawal dan membantu konsumen untuk memastikan bahwa makanan tersebut telah mendapat legalisasi dari lembaga yang berwenang.

Tetapi perlu dicatat bahwa label hanya satu bagian saja dari sistem pengawasan produk secara keseluruhan. Label hanya sekadar keterangan yang diberikan untuk pemasaran, dan bukan proses produksi.

Dalam mekanisme sistem pasar bebas, label dapat digunakan sebagai alat untuk merangsang pangsa pasar. Tim Kerja Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional tentang Teknologi Pengolahan Produk Halal (2007) mencatat dalam sistem perdagangan dunia saat ini, sertifikat halal dan label halal produk telah mendapat perhatian besar, karena dapat melindungi umat Islam.

Perspektif ekonomi menghendaki perlunya dibuat mekanisme sistem jaminan produk halal yang ekonomis, cepat dengan biaya rendah untuk sertifikasi halal. Sistem jaminan halal juga mencerminkan adanya pengawasan dan pengendalian produk halal oleh Pemerintah.

Di tingkat internal produsen, pengendalian produk halal memerlukan perangkat, setidaknya ada halal insurance system yang mengharuskan adanya tim halal dalam perusahaan untuk menjamin kehalalan produknya (Naskah Akademis RUU Jaminan Produk Halal, 2006)

 

Perspektif Ekonomi

Produk berlabel halal mempunyai potensi dan manfaat secara ekonomi. Dari sudut pandang ekonomi penggunaan sertifikat halal dan label halal memberi kemanfaatan ekonomi kepada pelaku usaha, konsumen dan pemerintah. Biaya yang dikeluarkan juga tidak membebani dan tidak merugikan pelaku usaha.

Pelaku usaha pun memperoleh kelebihan (nilai kompetitif) dari hasil penjualan yang di pasarkan. Bahkan peluang pangsa pasarnya jauh lebih baik, dan lebih terbuka luas (access to market).

Sebab itu, dinyatakan bahwa produk berlabel halal merupakan syarat penting untuk kemajuan pelaku usaha dari produk domestik di Indonesia. Adanya produk yang telah berlabel halal, bermakna bahwa produk dalam negeri dapat bersaing atau berkompetisi dengan produk negara lain, baik di dalam maupun di luar negeri.

Malahan pada era perdagangan bebas, seperti AFTA telah menggunakan ketentuan halal dalam CODEX (Codex Alimentarius Commission/CAC). Kini, masalah produk berlabel halal, tidak saja menjadi perhatian umat Islam di dalam negeri, namun sudah masuk kepada sistem perdagangan dunia.

 

Adapun alasan utama produk halal diminati para konsumen cukup beragam. Misalnya, Pertama, aspek halal dan thayyib adalah aspek yang selalu diperhatikan konsumen Muslim. Kedua, minat masyarakat bukan Muslim untuk menggunakan produk berlabel halal juga cukup tinggi. Ketiga, meningkatnya pendapatan masyarakat secara tidak langsung akan meningkatkan kemampuan beli masyarakat.

Di Malaysia, produk berlabel halal telah menjadi strategi pemasaran yang menguntungkan. Malaysia yang mayoritas warganya beragama Islam telah cenderung memilih produk berlabel halal. Demikian pula dengan warga non-Muslim yang memilih produk berlabel halal, karena kualitasnya lebih terjamin.

Menurut M. Irvan (2013) produk berlabel halal dapat pula mendorong pertumbuhan ekonomi, karena dapat meningkatkan daya saing produk di pemasaran. Selain itu, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berkembang lebih pesat. Penggunaan teknologi menuntut agar pelbagai pihak dalam pengelolaanaan produk halal senantiasa  mengikuti ilmu pengetahuan dan teknologi.

Seterusnya secara kuantitatif, konsumen Muslim adalah mayoritas di Indonesia. Jadi, Indonesia mempunyai potensi pangsa pasar yang cukup besar atas produk berlabel halal.

Dimensi halal telah dimasukkan sebagai ketentuan kualitas makanan dunia sejak tahun 1997  (vide Pedoman Umum Penggunaan Istilah Halal (CAC/GL 24-1977) butir 3 mengenai Kriteria untuk Penggunaan Istilah Halal, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003).

Jadi, jalan terbaik ialah pelaku usaha dalam negeri mesti berkemauan untuk meningkatkan daya saingnya untuk menggarap pangsa pasar dalam negeri maupun luar negeri (Kemenag, 2003, Endang S. Soesilowati, 2009).

Untuk memasuki pangsa pasar global yang kompetitif, Indonesia mesti berkemampuan untuk mencapai peluang besar tersebut. Endang S. Soesilowati (2010) memandang Indonesia tidak cukup sekadar menjadi pangsa pasar yang potensial saja. Pengusaha Indonesia mesti mampu meraih dan merebut peluang pangsa pasar itu.

Dewasa ini, untuk memenuhi keperluan produk halal, negara Islam mesti mengimport produk halal dari luar negeri. Importasi justeru dilaksanakan dari negeri non-Muslim. Misalnya, negara di Timur Tengah yang mengimport daging halal dari negara non-Muslim, terutama dari Australia dan Brasil (Endang S. Soesilowati, 2010).

Bagi konsumen Muslim, kelebihan produk berlabel halal sudah jelas. Intinya, jika digarap dengan baik, suasana itu dapat menyokong dan memacu perdagangan. Produk berlabel halal dapat meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan konsumen.

Produk berlabel halal dapat membuka peluang eksport yang luas dan memiliki keunggulan kompetitif. Produk berlabel halal merupakan tiket diterimanya perdagangan di seluruh dunia, khususnya di kalangan konsumen Muslim (Rizki Wicaksono, 2006).

Secara singkat, keuntungan memperoleh produk berlabel halal adalah: (1) Kesempatan untuk meraih pasar pangan halal global yang diperkirakan sebanyak 1,4 miliar Muslim dan jutaan non-Muslim lainnya. (2) Sertifikasi Halal adalah jaminan yang dapat dipercaya untuk mendukung klaim pangan halal. (3) 100 persen keuntungan dari market share yang lebih besar: tanpa kerugian dari pasar/klien non-Muslim. (4) Meningkatkan marketability produk di pasar/negara Muslim. (5) Investasi berbiaya murah dibandingkan dengan pertumbuhan revenue yang dapat dicapai. (6) Peningkatan citra produk. (www.halalguide.org)

Keunggulan itu menunjukkan bahwa produk berlabel halal, secara ekonomi tidak merugikan siapapun. Pelaku usaha justeru memperoleh kelebihan berupa hasil penjualan pelbagai produk yang dipasarkan. Joe Regenstein dalam Waarden & Dalen (2010) seorang pakar asal Cornell University, mengatakan bahwa produk halal adalah “tambang emas yang belum tersingkap”.

Ditambah pula fakta bahwa Islam adalah agama dengan perkembangan terpesat berdasarkan segi jumlah pemeluknya dari tahun ke tahun. Karena itu, pangsa pasar bagi produk halal dapat dipastikan bakal terus meningkat di tahun-tahun mendatang.

Terakhir, meminjam Yuny Erwanto (dalam http://jurnalekis.blogspot.com) jaminan halal akan memperluas pangsa pasar sebuah produk. Karena masalah halal mengandung dimensi batiniah sehingga preferensi untuk memilih produk yang terjamin kehalalannya menjadi pilihan yang tidak mudah dikalahkan dengan promosi lahiriah sebuah produk yang lain. Semoga…!

 

=====================================

Analisa. Jumat, 20 Juni 2014



Tag: Ekonomi, Halal

Post Terkait

Komentar