POST DATE | 08 Agustus 2017
Program duet Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Syamsul Arifin-Gatot Pudjonugroho) adalah; “Tidak Lapar, Tidak Sakit, Tidak Bodoh, Mempunyai Masa Depan dan Memuliakan Perempuan”. Terkesan sederhana dan bersahaja. Tidak muluk dan populis. Membumi dan tidak elitis alias jauh betul dari menara gading.
Lalu, apa kaitan program duet Gubsu dan Wagubsu itu dengan pemadaman bergilir saat ini? Nah, selidik punya selidik, rupanya jargon tidak lapar, tidak sakit dan tidak bodoh punya korelasi langsung dengan listrik.
Keberadaan tenaga listrik bagi masyarakat dari hari ke hari semakin terasa sangat penting. Sebab itu pula peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta upaya mendorong kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari penyediaan dan ketersediaan tenaga listrik.
Begitu pentingnya penyediaan tenaga listrik, harusnya negara menempatkan ketersediaan tenaga listrik sebagai infrastruktur vital yang mendapat dukungan politik dan ekonomi sebagai prioritas utama.
Tenaga listrik sangat penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya. Atas dasar itu, usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik.
Dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan. Diperlukan upaya untuk secara optimal memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga listrik, sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik.
Menurut UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan, Pasal 3; ”Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi”.
Konteks pemadaman bergilir yang menimpa kawasan Sumatera Utara, yakni sejak tahun 2005, sistem kelistrikan di wilayah PT PLN (Persero) Regional Sumatera Utara oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 479-12/43/600.2/2005, dinyatakan sebagai daerah krisis penyediaan energi listrik.
Celakanya, meski pemerintah dan PT PLN (Persero) telah mengetahui di wilayah PT PLN (Persero) Regional Sumatera Utara sebagai daerah krisis penyediaan energi listrik. Akan tetapi, pengelola kelistrikan dan pemerintah tidak membuat atau melakukan langkah sesuai tugas dan wewenang dalam jabatannya guna membuat kebijakan. Terobosan kebijakan yang bertujuan untuk menyelamatkan atau memulihkan sistem kelistrikan.
Jadi, memang soal krisis listrik alias pemadaman bergilir tidak datang serta merta. Akan tetapi merupakan warisan akut, seperti duri dalam daging. Bahkan jauh sebelum duet Syamsul & Gatot dipilih langsung rakyat Sumatera Utara. Cuma, masalahnya sampai kini pemadaman bergilir itu masih terus terjadi.
Warga Sumatera Utara sempat mempunyai harapan, tatkala Wakil Gubernur, menjamin (Waspada, 25/6/’08, halaman 9), bakal tidak ada lagi pemadaman bergilir 2 bulan ke depan. “Krisis listrik untuk kawasan Medan dan sekitarnya dapat teratasi dalam dua bula ke depan”. Tetapi celaka dua belas, fakta menunjukkan kehendak lain.
Intinya, pemadaman bergilir yang direncanakan akan berkurang nyatanya tidak terealisir. Kini frekuensi pemadaman itu, malah kian hari makin parah. Penyakit perusahaan ‘setrum’ itu, kumat lagi. Pemadaman bergilir itu tak hanya berlangsung sekejap. Sangat mungkin terjadi, dalam sehari terjadi dua kali dan durasi mencapai tiga hingga empat jam. Kondisi ini harusnya bukan persoalan biasa dan tidak bisa dibiarkan berkepanjangan.
Apalagi kalau dikaitkan dengan janji tidak lapar, tidak sakit dan tidak bodoh itu. Bagaimana mungkin mewujudkan program gubernur terpilih, kalau pemadaman bergilir justru makin parah? Rentetan krisis listrik telah menimbulkan suasana ketidakpastian pasokan energi listrik. Akibat terjadinya pemadaman bergilir sejumlah sektor vital tercatat mengalami kerugian, seperti sektor investasi dan industri terpukul dan kacau.
Sektor ekonomi usaha kecil dan menengah lumpuh, sektor rumah tangga atau perkantoran banyak peralatan elektronika rusak dan aktivitas rutin atau pelayanan publik terhenti, sektor parawisata terancam bangkrut. Sektor lalu lintas macet dan sektor lain yang menimbulkan semakin tinggi risiko menurunnya kualitas kehidupan masyarakat.
Sektor penyelenggaraan sistem pendidikan bagi anak-anak di setiap jenjangnya terancam ambruk. Listrik mati telah mematikan aktivitas proses belajar mengajar. Aktivitas belajar nyaris lumpuh dan ruangan tiba-tiba gelap. Oleh karena, peralatan teknologi/laboratorium yang berhubungan dengan energi listrik tidak bisa beroperasi.
Suasana rumah menjadi serba gelap, segenap aktivitas belajar dipastikan terganggu. Lalu, apakah ada korelasi pemadaman bergilir dengan program gubernur terpilih? Pasti, karena tidak mungkin memutar roda program tanda didukung insfrastruktur kelistrikan yang memadai dan dapat diandalkan.
Urgensi kapasitas energi listrik sangat vital dalam menggerakan roda industri, perkantoran, lalu lintas, keberlanjutan pendidikan dan aktivitas kerumah-tanggaan. Energi listrik itu merupakan penyangga utama guna mempercepat inovasi dan aplikasi teknologis pada berbagai kegiatan produktif masyarakat.
Gubernur Sumut dan petinggi PT PLN, harus cekatan mengatasi pemadaman bergilir di Sumut. Barometer awal wibawa dan marwah gubernur terpilih adalah kemampuan meminimalkan pemadaman bergilir.
Masalah pemadaman makin serius, apabila dikaitkan dengan Ramadhan 1429 H yang sudah diambang pintu. Di sisi lain, petinggi PT PLN di Sumut, justru tak bisa memberi jaminan bakal tidak ada lagi pemadaman itu. Letak urgensi peran gubernur adalah memberi ketentram bagi warga yang bakal beribadah puasa, sekaligus mensinergikan kapasitas listrik dan mewujudkan program mensejahterakan masyarakat.
Gubernur dapat menugaskan Wakil Gubernur mengatasi masalah pemadaman ini. Apalagi Wagubsu telah memberi jaminan listrik tak lagi padam. Tatkala itu “Wagubsu yakin kebutuhan listrik untuk masyarakat kawasan Medan bisa tertangani dalam dua bulan ke depan. Saya juga ke Jakarta untuk menemui orang-orang yang bisa membantu mengatasi kelangkaan arus listrik di Sumut” (Waspada, 25/6/’08, halaman 9).
Listrik bagi masyarakat sangatlah penting, karena akan mendorong produktivitas usaha. Energi merupakan salah satu penyangga sumber daya saing. Bagi investor, ketersediaan sumber energi listrik adalah prasyarat berinvestasi.
Lebih luas lagi, ketersediaan energi listrik yang memadai tidak hanya memungkinkan orang dan mesin bekerja lebih lama. Tetapi juga akan mempercepat eskalasi ekonomi, industri, pendidikan dan inovasi sektor pelayanan publik.
Bersama dengan program Gubsu & Wagubsu, masyarakat memang pantas menaruh harapan besar terhadap upaya memutus mata rantai pemadaman bergilir itu. Kini, sudah tiba saatnya kita menghentikan pemadaman bergilir. Apapun caranya.
Gara-gara pemadaman bergilir tidak boleh program duet Gubsu & Wagubsu terhambat. PLN tak boleh bereputasi sebagai penghambat program duet Syamsul Arifin & Gatot Pudjonugroho. Kalau itu yang terjadi, gawat kali bah...!!
==========
Sumber: Analisa, 20 Agustus 2008