post.png
-tarif-listrik-3-140717-andri-jpg.jpg

Tarif Listrik Melambung, Pelayanan Limbung

POST DATE | 25 Juli 2017

 
BEBAN masyarakat bakal makin berat, menyusul penerapan tarif baru bagi pelanggan rumah tangga dengan batas daya 1.300 volt ampere (VA) dan 2.200 VA yang direncanakan berlaku per Mei 2015. Nanti, kedua golongan pelanggan itu tidak lagi menikmati tarif subsidi Rp 1.352 per kWh. Padahal, saat bersamaan harga-harga lain sudah melejit naik. Diperhitungkan, tarif listrik bakal mengikuti tarif non-subsidi lainnya seperti pelanggan 3.500 VA ke atas. Untuk Maret, tarif per kWh adalah Rp 1.426,58.

Uniknya, ada tiga faktor pembentuk tarif listrik nantinya, yakni kurs rupiah terhadap US$, harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesian crude price/ICP) dan inflasi yang terjadi. Jadi, penyebab penaikan tarif listrik adalah harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Episode penaikan tarif listrik adalah lanjutan drama penaikan harga gas elpiji 12 kg, harga tiket kereta api dan penaikan harga BBM.

Ada hal yang perlu dicatat, makin tinggi nilai US$ terhadap rupiah, tarif listrik naiknya ikut tinggi juga. Dari pelbagai alasan itu ada beberapa hal yang perlu dikritisi khususnya berkaitan dengan:

Pertama, penetapan tarif listrik mengikuti fluktuasi rupiah terhadap US$ menunjukkan Indonesia sebenarnya telah masuk dalam perangkap pasar bebas (liberalisme-kapitalisme). Dengan begitu, Indonesia tidak memiliki lagi kedaulatan energi. Tidak ada mekanisme perlindungan terhadap kedaulatan ekonomi rakyat. Indonesia telah menelan penuh sistem kapitalisme dan menerapkan kehidupan bernegara tanpa filter.

Kedua, sangat disesalkan penetapan tarif lsirik untuk golongan batas daya 1.300 VA dan 2.200 VA, padahal idealnya pelanggan 3.500 VA ke atas. Pelanggan 1.300 VA belakangan adalah pelanggan yang terpaksa menyambung aliran lsitrik karena ketiadaan jaringan batas daya 900 VA.

Sebenarnya skema tarif dasar listrik yang akan diubah merupakan kebijakan tidak adil. Golongan 1.300 VA termasuk golongan menengah bawah, apalagi dahulu mereka merupakan mayoritas dari imigrasi 450-900 VA. Pemerintah seharusnya mengurangi beban subsidi golongan 450-900 VA agar bisa mengurangi beban subsidi listrik. Dengan demikian, tidak hanya golongan 1.300 VA yang terus diekspolitasi.

Ketiga, penetapan tarif listrik yang merujuk kurs rupiah, harga ICP, serta inflasi terasa agak menyalah. Sebab, selama ini pelayanan PT PLN masih di bawah standar. Masih sering terjadi pemadaman bergilir, sehingga begitu digunakan standar atau indikator internasional semestinya pelayanan PT PLN juga mengikuti indikator standar pelayanan internasional.

Keempat, tahun 2015 Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sudah dipastikan daya saing produk dalam negeri bakal keok, karena ongkos produk termasuk ongkos listrik makin mahal. Produk dalam negeri sulit untuk berkompetisi, karena biaya produksi tergerus komponen harga BBM dan listrik yang terus melonjak.

Kelima, karena tarif listrik fluktuatif bagaimana rumah tangga dan industri dapat merencanakan dengan baik biaya pengeluaran/produksi. Dengan kata lain, mekanisme tarif listrik yang naik-turun ini juga membuat rumah tangga/pengusaha lebih sulit dalam membuat perhitungan harga.

Selanjutnya, jika nantinya harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terus melemah, apakah tarif listrik juga akan ikut tarif selangit, karena faktor yang menjadi pembentuk tarif listrik paling utama adalah nilai tukar rupiah?
Bagaimana setelah kenaikan tarif listrik? Pengusaha tentunya tidak ingin sendirian menanggung semua beban akibat kenaikan itu. Jalan yang akan ditempuh untuk mengurangi kerugian biasanya dengan menaikkan harga barang. Artinya, konsumen juga yang terkena dampak kenaikan tarif listrik industri dan bisnis.

Masyarakat harus menambah pengeluaran untuk mengkover kenaikan harga barang. Padahal, tanpa kenaikan tarif listrik pun masyarakat sudah mengeluarkan dana ekstra untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat naiknya harga sembako. Kondisi itu menyusul kenaikan harga BBM dan melemahnya kurs rupiah. Selain itu, harga bahan pokok yang mulai merangkak naik menjelang hari besar kegamaan seperti Ramadan dan Idul Fitri juga akan membuat daya beli masyarakat semakin melemah.

Membenahi Pelayanan
Persoalan yang sering terlupakan dalam setiap kenaikan harga komoditas publik adalah pelayanan. Sampai kini masyarakat masih dibayangi seringnya pemadaman listrik secara bergilir yang dilakukan PT PLN (Persero). Padahal, pemadaman listrik secara langsung sangat merugikan masyarakat. Jadi, tarif listrik melambung, tetapi pelayanan limbung.

Walaupun secara normatif seharusnya PLN memberikan kompensasi kepada konsumen akibat seringnya dilakukan pemadaman, tetapi itu sulit diaplikasikan. Setiap kali terjadi pemadaman harusnya ada kompensasi pemotongan dari biaya beban. Besarannya sepuluh persen dari biaya beban, dengan catatan memenuhi syarat yang berlaku.

Jalan terbaik yang harus dilakukan PLN, tidak menaikkan tarif listrik terlebih dahulu. PT PLN (Persero) harus membenahi sistem kelistrikan yang terjadi dari segi suplai yang harus dipenuhi. Apalagi, berdasarkan data lembaga konsumen keluhan masalah listrik masuk dalam daftar lima besar yang sering dilaporkan.

Selain itu, dari sisi harga ternyata tarif listrik di Indonesia lebih mahal dari Amerika Serikat (AS), Cina dan Vietnam. Di AS, listrik hanya US$ 8 sen per KWH. Di Cina sekira US$ 8 sen per KWH, Vietnam US$ 6,5 sen per KWH dan Indonesia US$ 9 sen per KWH. Di Cina pula, harga listrik US$ 10 sen per KWH tapi malam hari didiskon 30 persen sehingga jatuhnya delapan sen, lebih murah dari Indonesia (Okezone.com, 23 Januari 2015).

Jadi, wajar kalau harga listrik yang kini berlaku dirasa masyarakat masih berat. Semestinya PT PLN transparan dalam penghitungan tarif listrik. Kemudian, penghitungan tersebut juga harus disampaikan secara terbuka kepada pelanggan yang terkhttp://www.medanbisnisdaily.com

Karena itu, pemerintah, terutama PT PLN, tidak boleh mengubah tarif listrik. Alasannya, beban masyarakat akan semakin berat jika tarif listrik naik, pelayanan masih mengecewakan dan belum memuaskan. Faktor lain, kehidupan ekonomi sosial warga akan semakin terbebani mengingat pemerintah baru saja menaikkan harga BBM.

 

========

Sumber: http://www.medanbisnisdaily.com

 



Tag: , , ,

Post Terkait

Komentar