POST DATE | 14 Juli 2017
Realisasi dari wacana moda transportasi murah bernama Bus Rapid Transit (BRT) nampaknya tinggal selangkah lagi. BRT diperuntukkan untuk mendukung Megapolitan Medan, Deliserdang dan Binjai. Kabarnya BRT bakal dilengkapi fasilitas Air Conditioner (AC), Wifi, TV dan ada sistem pembatasan bagasi untuk setiap penumpangnya.
Kepastian pengadaan BRT ini diperoleh setelah tiga kepala daerah dari Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deliserdang, melakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Undestanding = MoU) untuk mengoperasikan BRT dimaksud. Proses selanjutnya BRT diproyeksikan bernama Trans Mebidang. Kehadiran Trans Mebidang adalah untuk mengurangi tingkat kemacetan volume kendaraan pribadi di rute atau koridor Binjai-Pusat Pasar dan Lubuk Pakam-Pusat Pasar.
BRT siap dioperasikan Oktober 2014 mendatang ini akan melintasi titik-titik kumpulnya penumpang, seperti Pusat Pasar, Pasar Petisah, Pasar Ikan Lama, serta sejumlah titik lainnya (Sumut Pos, 6 Mei 2014). Sebanyak 30-an unit Bus Rapid Transit (BRT) siap melayani perjalanan masyarakat dari Binjai-Medan-Lubukpakam dan sebaliknya. Tarifnya pun murah, dirancang sekali naik cukup merogoh kantong Rp5.000 saja.
Sebuah Keniscayaan
Mengutip pandangan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) perlu ada upaya mendorong penyediaan beragam moda transportasi perkotaan. Sebab sangat beragam karakteristik perjalanan masyarakat di kota. Riset yang dilakukan MTI menunjukkan tidak ada satupun jenis moda transportasi yang dapat memenuhi kebutuhan semua jenis perjalanan di kota besar. Pastilah ada plus-minusnya.
Dengan kata lain, sistem transportasi yang terintegrasi antarsemua jenis moda transportasi adalah mulai dari berjalan kaki, transportasi tak bermotor, kendaraan pribadi, hingga angkutan umum berkapasitas massal. Integrasi moda transportasi perkotaan ini dapat menjawab masalah terus menurunnya load factor angkutan umum di Indonesia (Republika Online, 14 Februari 2013).
MTI menampilkan bukti kajian bahwa di Yogyakarta, hanya 20 persen dari jumlah armadanya yang laik dioperasikan. Sebab, rendahnya load factor penumpang. Melalui integrasi, semua jenis angkutan kota akan bersinergi satu sama lain melayani penumpang, bukannya saling berebut pasar dan penghasilan. Jika hal ini terjadi, maka maraknya unjuk rasa supir angkot yang sering terjadi saat pemerintah memperkenalkan sistem angkutan umum massal (SAUM) perkotaan dapat dihindari.
Pilihan terbaik adalah perlu moda transportasi yang terjangkau, berkeadilan, dan berdampak minimal terhadap lingkungan. MTI menawarkan tata ulang sistem angkutan umum perkotaan melalui tiga hal. Pertama, penataan jaringan dan integrasi trayek angkutan, baik intera maupun intermoda. Kedua, pengembangan angkutan massal berbasis rel di kota-kota metropolitan. Ketiga, reformasi total mekanisme pasar dan industri angkutan umum perkotaan.
Kalau dikaitkan dengan program Trans Mebidang, maka itu adalah sebuah keniscayaan. Medan sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara dan kota satelitnya seperti Deli Serdang dan Binaji, pantas rasanya mengakomodasi transportasi Trans Mebidang bernama Bus Rapid Transportation (BRT). Sebagai suatu kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat perkantoran, serta pusat bisnis dan perdagangan tentu tidaklah mengherankan Medan mulai penuh sesak seperti saat ini.
Setelah Jakarta dan Bandung, Medan layak disebut tingkat kemacetannya yang sangat parah. Indikator semakin parahnya tingkat kemacetan di Medan adalah menurunnya kecepatan kendaraan dalam kota, Menurut studi kemacetan di Medan menimbulkan kerugian yang mencapai Rp5,2 triliun (Waspada, 15 Mei 2014).
Biaya kemacetan ini mencakup biaya pemakaian bahan bakar yang lebih tinggi, biaya kerusakan lingkungan yang muncul akibat penggunaan bahan bakar yang meningkat dan yang terbesar adalah kerugian karena hilangnya nilai waktu, dan lain sebagainya.
Kemacetan yang semakin parah belakangan ini merupakan kulminasi permasalahan kependudukan yang dihadapi Medan dan sekitarnya. Selain jumlah penduduk yang terus meningkat melebihi kapasitas wilayah, faktor lain yang juga berkontribusi pada kemacetan di Medan sekitarnya adalah semakin meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi.
Pemilihan kendaraan pribadi sebagai alternatif berkendara merupakan konsekuensi dari dua hal, yang pertama adalah kapasitas transportasi umum yang belum memadai dan yang kedua adalah biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan kendaraan pribadi lebih kecil daripada menggunakan transportasi umum. Masih kurangnya kapasitas sarana transportasi umum di Medan dapat dilihat dari penggunaan sepeda motor, becak bermotor, dan kenderaaan pribadi (mobil).
Trans Mebidang yang terus digagas merupakan solusi mengatasi kemacetan yang sangat tepat untuk karakteristik kota metropolitan seperti Medan dan kota satelitnya. Trans Mebidang adalah jenis moda transportasi ini dapat mengangkut penumpang dengan kapasitas yang besar dan waktu tempuh perjalanan yang singkat.
Justru sangat disesalkan mengapa program Trans Mebidang tidak dibangun dari tahun-tahun sebelumnya. Begitupun, walaupun dapat dikatakan sedikit terlambat, upaya ini masih sangat patut untuk diapresiasi.
Permasalahan lain yang juga harus dipertimbangkan untuk mengurangi kemacetan adalah bagaimana mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi menjadi memilih transportasi umum. Upaya untuk mengubah pola pikir ini tentunya tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, namun harus dimulai dari sekarang hingga tiba saatnya Trans Mebidang telah siap maka warga Medan dan kota satelitnya itu juga telah siap sebagai konsumen transportasi umum.
Suatu sistem transportasi umum yang baik harus memenuhi tiga kriteria yaitu efisien waktu, efisien bahan bakar dan ramah lingkungan, dan ramah penumpang. Bus Rapid Transit sebenarnya sudah banyak dipakai di kota-kota besar untuk melayani masyarakat. Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia sudah pantas punya moda transportasi massal yang modern dan manusiawi. Kota Medan dan sekitarnya bahkan ketinggalan dari Pekanbaru yang sudah lebih dulu ada (Medan Bisnis, 13 Mei 2014).
Lalu, apakah kehadiran Trans Mebidang ini buah sebuah momen yang baik untuk mencari solusi bagi modernisasi moda transportasi Kota Medan dan kabupaten/kota sekitarnya. Saat bersamaan terus melakukan evaluasi moda transportasi angkutan yang sudah ada.
Sebagai kota yang terus menuju kepada standar kota meropolitan, Medan memang sudah pantas punya moda transportasi ala rapid bus seperti di Pulau Pinang, Kuala Lumpur, dan Singapura. Karena itu sangat disesalkan penolakan terhadap Trans Mebidang. Kota Medan yang modern memerlukan Trans Mebidang sebagai sebuah fasilitas wajib. Trans Mebidang itu bukan hanya solusi bagi konsumen, tapi juga solusi bagi persoalan energi, polusi, kemacetan, dan tata kota.
Pun demikian, Pemprov Sumut dan pemerintah daerah lain selaku regulator sebaiknya mengajak para operator angkutan umum tradisional untuk duduk bersama mencari solusi.
Pemerintah dan swasta harus duduk bersama dengan pikiran jernih. Salah satu solusinya mungkin adalah dengan pergeseran lintasan bagi angkutan non-Trans Mebidang. Atau dilihat juga apakah ada kemungkinan para pengusaha ini dapat ambil bagian dalam proyek ini. Jika mungkin dalam bentuk kepemilikan saham bersama antara pemerintah dan pihak swasta? Semoga…
=========
Sumber: Waspada, 17 Mei 2014