post.png
15d185eaa7c954e77f5343d941e25fbd-pothil-produk-makanan-halal-made-in-anak-yatim-dan-dhuafa-.jpg

Urgensi Regulasi Jaminan Produk Halal di Daerah

POST DATE | 05 April 2017

Kepentingan warga negara Indonesia yang beragama Islam untuk mengonsumsi makanan atau minuman yang baik dan dijamin kehalalannya secara normatif mesti dilindungi.  Bagi umat Islam khususnya, jaminan produk halal jelas sangat penting, selain kandungan gizinya. Makanan halal sudah diatur dalam syariah Islam, mulai dari jenis bahan hingga cara memperoleh dan mengolahnya.

Untuk maksud itu, telah disahkan Undang-Undang  No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU Jaminan Produk Halal ini memiliki makna yang cukup strategis di tengah upaya mengembangkan daya saing produk Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UKMK).

Hempri Suyatna  (2014) menyebut UU Jaminan Produk Halal memiliki makna strategis disebabkan, Pertama, adanya jaminan produk halal akan memberikan perlindungan konsumen keamanan dan kenyamanan dalam mengonsumsi produk. Kedua, dengan adanya sertifikasi halal, produk-produk UMKM memperoleh nilai tambahan sehingga akan meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di dunia Internasional. Apalagi produk-produk korporasi global juga sudah mulai memasuki pasar bisnis industri halal ini.

Jaminan produk halal bagi bahan maupun makanan olahan menjadi sangat penting bagi umat Islam. Apalagi di era globalisasi perdagangan, berbagai makanan olahan dari luar negeri begitu mudah masuk ke Indonesia. Secara formal, keberadaan UU Jaminan Produk Halal menjadi wajib bagi konsumen Muslim. Bahkan sebenarnya umat lain pun akan diuntungkan dengan adanya jaminan halal tersebut. Sebab halal memberikan kebaikan dan keberkahan bagi hidup dan kehidupan.

Secara normatif, Undang-undang Dasar Negara (UUD) 1945 adalah tenda besar yang memayungi penormaan bagi pemerintah untuk melindungi masyarakat akan tersedianya produk halal tersebut. Norma Pasal 28 dan 29 UUD 1945, menunjukan bahwa Negara atau pemerintah memiliki kewajiban ikut memberikan jaminan halal kepada warganya.

Jika merujuk kepada ketentuan Pasal 95 (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan disebutkan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap Pangan”. Berikutnya, Pasal 98 (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menetapkan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan terhadap usaha mikro dan kecil agar secara bertahap mampu menerapkan ketentuan label sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

Pasal 8 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen  disebutkan bahwa: “pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label”.

Menyadari arti penting keberadaan produk hukum yang secara substantif melindungi konsumen Muslim dari produk pangan yang tidak halal, beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia telah membentuk jaminan produk hukum, baik dalam wujud norma Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Gubernur (atau Bupati, Walikota). Eksistensi peraturan tersebut merupakan wujud proteksi bagi konsumen Muslim agar terhindar dari produk pangan yang tidak halal.

Selain itu, urgensi jaminan produk halal di daerah adalah untuk mendorong banyak perusahaan agar lebih proaktif untuk mengajukan sertifikat halal kepada MUI. Jaminan produk halal dapat meningkatkan volume penjualan. Dalam keadaan seperti itu pemerintah daerah tidak boleh lamban. Gagasan atau ide untuk membentuk dan menurunkan norma jaminan produk halal di daerah-daerah menjadi penting terutama untuk menangani produk-produk lokal. Apalagi secara filosofis fungsi negara adalah melakukan pengawasan, regulasi, dan pengadaan kebutuhan public (public good). Oleh itu, dapat dinyatakan regulasi jaminan produk halal di daerah sebagai wujud dari peningkatan pelayanan publik.

Sekadar contoh beberapa daerah yang telah memiliki produk hukum terkait perlindungan terhadap konsumen Muslim tersebut di antaranya adalah: Kota Pekan Baru, diatur dalam Perda Pekan Baru Nomor 7 Tahun 2003 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan. Peraturan ini tidak seluruhnya berisi perlindungan hukum bagi konsumen Muslim di Pekan Baru. Namun demikian, terdapat substansi norma bertalian dengan keharusan bagi pihak yang menyediakan jasa pemotongan hewan untuk melakukan proses pemotongan sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Islam serta telah mendapat sertifikat halal dari MUI. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pemotongan hewan yang dikhususkan untuk umat non-Muslim.

Di Provinsi DKI Jakarta, ada Pembentukan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI) Nomor 158 Tahun 2013 tentang Tata Cara Sertifikasi Halal Restoran dan Non Restoran dibentuk sebagai pedoman bagi pengusaha restoran dan/atau non-restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang diperbolehkan menurut Agama Islam untuk mendapat sertifikat halal.

Daerah lain yang telah punya norma jaminan produk halal adalah Kalimantan Timur melalui  Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pengawasan Terhadap Produk Halal dan Higienis.

Ilustrasi tersebut  dapat ditangkap bahwa respons untuk membuat regulasi jaminan produk halal di daerah memiliki landasan hukum yang kuat. Terbuka pula peluang untuk mengadopsinya baik dalam bentuk peraturan daerah maupun peraturan gubernur, bupati atau walikota.

Oleh itu, dapat dirumuskan bahwa letak penting regulasi jaminan produk halal di daerah-daerah merupakan hal yang bersifat niscaya. Wisata kuliner yang bervariasi dan penuh inovasi dengan dukungan jaminan produk halal, memberi nilai kompetitif dan membuat orang tertarik berkunjung dengan nyaman ke suatu daerah. Peran restoran dan wisata kuliner ini memiliki urgensi, karena unit usaha bisnis inilah yang menjadi tombak dari industri halal, terutama produk pangan halal yang bersifat makanan sehari-hari. Tak kalah penting adalah era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah faktor lain yang mesti dipertimbangkan.

Untuk dapat mengambil peran dominan pada pasar pangan halal dunia, tentunya produk halal daerah harus mampu meyakinkan pasar halal dengan produk yang berkualitas. Salah satunya adalah menginisiasi peraturan jaminan produk halal sebagai salah satu indikator kualitas produk dapat memberikan jaminan kualitas halal atas produk dimaksud.

Ini akan menjadi kebutuhan akan terwujudnya kesiapan yang handal, tangguh serta unggul dalam pembangunan di bidang produk halal domestik. Untuk itu, perlu adanya penyikapan oleh semua pihak yang berkepentingan baik dari kalangan dunia usaha pangan/kuliner maupun mereka yang bergerak dalam tataran pengambilan kebijakan di daerah (eksekutif-legislatif).

 

===============================

Waspada. Rabu, 25 Maret 2015



Tag: Halal, Produk

Post Terkait

Komentar