post.png
FOTO_BEDAH_BUKU_ANALISA.jpg

Bedah Buku Hukum Arbitrase Arbitrase Cara Penyelesaian di Luar Pengadilan

POST DATE | 13 Maret 2024

Penyelesaian sengketa biasanya dalam dunia bisnis dilakukan melalui proses litigasi. Sementara proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu-sama lain dan menjadi sarana akhir setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Di samping penyelesaian sengketa secara litigasi, dalam praktik terdapat Alternatif Penyelesaian Sengketa di antaranya yaitu arbitrase. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Demikian sari pati dalam bedah buku Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Dilengkapi Arbitrase Online dan Arbitrase Syariah yang ditulis Farid Wajdi, Ummi Salamah S Lubis dan Diana Susanti dan diterbitkan oleh Sinar Grafika, Jakarta yang digelar di Medan, Jumat (8/3). Bedah buku tersebut menghadirkan Farid Wajdi sebagai penulis dan dua panelis, Arifuddin Muda Harahap selaku Ketua Prodi S3 HUKI UINSU dan Azwir Agus, Sekretaris BANI Medan/Ketua DPC Peradi Medan. Bedah buku ini sebagai rangkaian kegiatan Milad II Perhimpunan Advokat Sumatera Utara (PASU) yang diketuai Eka Putra Zakran.
Menurut Farid, arbitrase adalah salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia. Lembaga Arbitrase dan APS, memiliki peran dan fungsi yang makin lama makin penting dalam kerangka proses penyelesaian sengketa bisnis.
Di Indonesia kelembagaan arbitrase sangat penting karena tidak ada pengadilan dunia yang dapat menangani sengketa-sengketa komersial yang terjadi dari perdagangan internasional. Arbitrase adalah salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia.
Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian sengketa komersial yang reliable, efektif, dan efisien. Forum Pengadilan dianggap kurang mampu memenuhi tuntutan percepatan yang selalu dituntut oleh para pengusaha, termasuk dalam soal penyelesaian sengketa yang dihadapi, sehingga pihak-pihak dalam bisnis menganggap tidak efektif jika sengketanya diselesaikan melalui pengadilan umum.
Persoalan utama yang dihadapi lembaga peradilan adalah cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. Hakim hanya menangkap apa yang disebut ‘keadilan hukum’ (legal justice), tetapi gagal menangkap ‘keadilan masyarakat’ (social justice).
Hakim telah meninggalkan pertimbangan hukum yang berkeadilan dalam putusan-putusannya. Akibatnya, kinerja pengadilan sering disoroti karena sebagian besar dari putusan-putusan pengadilan masih menunjukkan lebih kental "bau formalisme-prosedural" ketimbang kedekatan pada "rasa keadilan warga masyarakat."
Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian sengketa komersial yang reliable, efektif, dan efisien. Kontrak-kontrak bisnis antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional terus berlangsung dan semakin terbuka luas. Fenomena itu telah berdampak terhadap peran pengadilan sebagai lembaga tempat menyelesaikan sengketa.
Secara umum buku ini menyajikan muatan materi yang mendudukkan arbitrase sebagai salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia.
Pilihan lembaga arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa sebagai pilihan forum pengadilan dianggap kurang mampu memenuhi tuntutan percepatan yang selalu dituntut oleh para pengusaha, termasuk dalam soal penyelesaian sengketa yang dihadapi, sehingga pihak-pihak dalam bisnis menganggap tidak efektif jika sengketanya diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Sementara, Arifuddin Muda Harahap melihat perlu adanya kajian akademik yang endingnya itu merekonstruksi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. “Karena sampai saat ini masih sumir penyelesaian sengketa itu tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa. Harapan kita ke depan buku ini bisa menjadi rekomendasi merekonstruksi Undang-Undang Nomor 30/1999 itu agar jelas bahwa penyelesaian sengketanya bisa diberlakukan secara legal dan tidak ada penolakan sehingga ini lebih  menginternasional dan dunia internasional menghargai dan menginvestasikan anggaran mereka untuk Indonesia,” katanya.

============

Sumber: Sabtu, 9 Maret 2024, hlm. 3



Tag:

Post Terkait

Komentar