POST DATE | 27 Agustus 2023
MEDAN (Waspada): Founder Ethics of Care, Farid Wajdi (foto) Minggu (27/8) menyampaikan agar pelanggaran lalu lintas saat ini masih kerap terjadi, terlepas dari ketatnya pemberlakuan tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE).
Namun saat ini, belum semua wilayah dilengkapi dengan kamera elektronik. Bahkan walaupun pihak kepolisian kembali melakukan tilang manual, tetapi pelanggar lalu lintas tidak pernah kapok melanggar rambu lalu lintas.
Kata dia, belakangan ini viral kecelakaan 7 sepeda motor lawan arus vs truk di Lenteng Agung, Jakarta. Insiden itu adalah cermin kecil begitu marak dan massifnya pelanggaran lalu lintas di seluruh penjuru nusantara, baik di kota besar-metropolitan maupun kota kecil.
Padahal bahaya lawan arah lalu lintas, bukan bikin cepat malah bikin macet juga dan potensi kecelakaan.
“Tidak hanya melawan arah, pengendara sepeda motor tersebut juga terlihat sedang membonceng penumpang yang tidak memakai helm. Tindakan berkendara melawan arah ini bukan yang pertama kalinya terjadi, namun nampaknya telah menjadi salah satu kebiasaan yang lumrah dilakukan oleh pengendara sepeda motor,”sebutnya.
Menurutnya, sejumlah kesalahan yang dilakukan pengendara dapat memicu terjadinya kecelakaan di jalan. Kesalahan umumnya terjadi lantaran banyak pengendara mobil maupun sepeda motor terlalu egois.
Kesalahan dalam berkendara terjadi lantaran pengendara hanya memiliki pengetahuan tanpa kesadaran. Keterampilan tanpa kepatuhan. Terkesan mentang-mentang pakai kendaraan sendiri sehingga menganggap jalan juga milik sendiri.
“Melawan arah tentu dilarang karena dapat membahayakan pengguna jalan lainnya. Memang tidak ada ketentuan yang secara ekplisit melarang kendaraan melawan arah. Akan tetapi, pada umumnya terdapat rambu lalu lintas yang menandakan bahwa jalan tersebut adalah satu arah, atau tanda larangan masuk dari sisi jalan tertentu (jadi tidak boleh dua arah),” sebutnya.
Lanjut Farid, pada dasarnya, pengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan rambu perintah atau rambu larangan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimal atau minimal dan/atau tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Menurutnya, pelanggar lalu lintas melawan arah dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 287 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggar lalu lintas yang melawan arah dapat dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda.
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),”ungkapnya.
Larangan main HP saat berkendara
Hal lain disampaikan Farid, bermain HP saat berkendara merupakan hal yang dilarang karena dapat membahayakan diri sendiri dan pengendara lain.
“Pasal 106 Ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi,” sebutnya.
Dijelaskannya, sanksi bagi pengendara yang bermain HP saat berkendara Undang-undang telah mengatur ancaman pidana bagi pengendara yang bermain HP saat berkendara. Pasal 283 UU Nomor 22 Tahun 2009 menegaskan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor, di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000.
“Tak hanya itu, jika akibat bermain HP saat berkendara mengakibatkan kecelakaan, maka pengendara dapat dikenakan sanksi pidana yang lebih berat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Ayat 1 sampai 4 UU Nomor 22 Tahun 2009,”paparnya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 310 Ayat 1 sampai 4 UU Nomor 22 Tahun 2009. Pasal tersebut menyebutkan, setiap pengendara kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan atau barang, ataupun menimbulkan korban luka ringan, berat hingga meninggal, akan dipidana selama enam bulan hingga enam tahun dan denda maksimal mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 12 juta. Undang-undang bahkan mengategorikan tindakan ini sebagai kejahatan dan bukan sekadar pelanggaran.
Disebutkannya, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menentukan dan merumuskan beberapa faktor yang berkolerasi dalam tingkat kecelakaan di dunia. Salah satunya, anak-anak yang mengendarai kendaraan, memakai helm tidak standar, dan berkendara di bawah pengaruh minuman keras.
Berkendara sambil main HP ternyata hanya ada di Indonesia, ada kasus pelanggaran lalu lintas yang jarang bahkan tidak ditemukan di negara lain, yakni melawan arus.
“Yang melakukan pelanggaran lalu lintas ini sangat banyak. Kecelakaan kendaraan di Indonesia tinggi karena banyak yang lawan arus padahal di luar negeri tak ada laku seperti itu. Karena itu para pemangku kepentingan sepatutnya terus kampanye keselamatan berkendara lebih ditujukan kepada pengendara sepeda motor,”pungkasnya.(m22)