post.png
kepemimpinan-profetik.jpg

Memilih Pemimpin Profetik

POST DATE | 06 Juli 2017

Tentu mencari figur calon pemimpin nasional dengan gaya atau karakter profetik atau kenabian seperti mencari setetes air di tengah gurun pasir.

Perhelatan demokrasi Pemilu 9 April 2014 telah berlangsung. Sekadar bandingan, pengalaman lima tahun sebelumnya, anggota legislatif banyak diisi orang-orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Mereka berasal dari berbagai latar belakang terutama orang berduit, artis dan tokoh kharismatik. Mengklaim sebagai wakil rakyat untuk mengaspirasikan suara konstituen. Mengaku bakal berjuang untuk kesejahteraan rakyat.

Tetapi apakah mereka selama masa lima tahun lalu, yang duduk di kursi legislatif telah bekerja dan melayani para konstituen?Bagaimana jejak rekam kepemimpinan mereka, apakah ada yang berkualitas. Apakah mereka telah mencintai rakyat sebagaimana watak negarawan. Apakah mereka telah memiliki  nilai kepemimpinan berwarna karakter profetik. Profetik artinya penghambaan yang hanya kepada Allah SWT. Sifat-sifat profetik diambil dan dipelajari dari kisah-kisah nabi dan para sahabat (profetik, prophet = nabi).

Karakter kepemimpinan bercirikan, yakni sederhana, jujur, tidak berorientasi kekayaan, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Konsep kepemimpinan ala profetik ini digagas Alm.Kuntowijoyo (2001) berdasarkan pemahaman profetiknya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran, 5:110).

Profetik beliau pahamkan pula sebagai kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Sifat nabi dengan ciri-ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Kuntowijoyo menjelaskan bahwa kepemimpinan profetik membawa tiga misi utama, yaitu; Pertama,  menyuruh kepada yang baik (ta’muruna bil ma’ruf). Ini adalah misi humanisasi (pemanusiaan) dengan tujuan memanusiakan manusia.

Kedua, mencegah dari yang buruk (tanhauna anil munkar). Ini adalah misi liberasi (pembebasan) dengan tujuan  membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan. Ketiga, beriman kepada Allah SWT (tu’minuna billah). Ini adalah misi transedensi dengan tujuan menghidupkan kesadaran ilahiyyah sehingga dapat menggerakan hati dan bersikap ikhlas dalam hal apapun.

Tentu mencari figur calon pemimpin nasional dengan gaya atau  karakter profetik atau kenabian seperti mencari setetes air di tengah gurun pasir. Termasukpun, apakah Pemilu dapat menjadi sarana seleksi kepemimpinan berkarakter profetik itu? Terlalu sulit untuk menjawabnya. Begitupun Akbar Tandjung mencatat bahwa kepemimpinan model profetik atau kenabian telah lama diterapkan oleh pemimpin bangsa Indonesia sejak masa pergerakan nasional, kemerdekaan, dan era tahun 1950-an hingga tahun 1960-an. Seterusnya kalau mau menggali kisah para nabi atau sahabat, tentu karakter pemimpin profetik itu banyak ditemukan.

Secara sederhana gaya kepemimpinan profetik dapat diadopsi dari gaya kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Khattab telah membuktikan bahwa gaya kepemimpinan profetik adalah gaya kepemimpinan yang membawa kebaikan bagi semua orang, khususnya kepada orang yang dipimpinnya kaum dhuafa (kaum lemah) dan kaum mustadhafin (kaum tertindas). Meniru kepemimpinan profetik Umar bin Khattab memiliki potensi yang tidak kalah besar untuk membawa kesejahteraan dan kemaslahatan bagi Indonesia.

Membumikan Gaya Profetik

Contoh sederhana profetik ada melekat pada diri Umar bin Khattab. Kisah Umar bin Khattab dengan rakyat yang kelaparan adalah cerminan pemimpin berkarakter profetik. Umar bin Khattab telah memberikan teladan yang baik. Pelajaran pentingnya adalah seorang pemimpin mesti menjadi panutan bagi rakyatnya.

Kisah lain, Umar melakukan perjalanan dinas. Gubernur menjamu Umar makan malam dengan jamuan istimewa. Sebagaimana lazimnya perjamuan untuk kepala negara.Begitu duduk di depan meja hidangan, Umar kemudian bertanya kepada sang gebenur, “Apakah hidangan ini adalah makanan yang biasa dinikmati oleh seluruh rakyatmu?” Dengan gugup, sang gubenur menjawab, “Tentu tidak, wahai Amirul Mukminin. Ini adalah hidangan istimewa untuk menghormati baginda.” Umar lantas berdiri dan bersuara keras, “Demi Allah, saya ingin menjadi orang terakhir yang menikmatinya. Setelah seluruh rakyat dapat menikmati hidangan seperti ini, baru saya akan memakannya.” Itulah sifat Umar bin Khattab, seorang kepala negara yang zuhud. Subhanallah. Apakah masih ada tipe pemimpin dengan karakter manusia setengah dewa! Wallahu’alam bis shawab.

Kembali ke soal Pemilu 2014. Pemilu adalah proses seleksi ideal guna mencari wakil di legislatif. Bagi konstituen memilih wakil bukan sekadar coblosan saja. Sebab coblosan itu bakal dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Ketika memilih dan menggunakan hak pilih itu, maka pastikan hak itu dipergunakan dengan benar. Demikian pula pemimpin tidak datang begitu saja. Pemimpin lahir melalui proses panjang dan seleksi ketat.

Memilih pemimpin berkarakter profetik, berarti tidak memilih para elit pemulung atau aji mumpung, bermental lembek, dan kepemimpinan di bawah standar. Tapi memilih pemimpin yang secara terus menerus menebarkan kemaslahatan umum. Senantiasa berbuat yang terbaik demi orang yang diwakilinya. Bukan tipe pemimpin yang semata mengejar jabatan dan menyalurkan syahwat berkuasa untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja.

Bukan pula mereka calon yang berkarakter pencari kerja. Apalagi kalau cuma melakukan tebar pesona. Menebar uang untuk sekadar membeli suara konstituen? Oleh itu, jika mau, Pemilu adalah sarana untuk membumikan gaya pemimpin berkarakter profetik. Mestinya Pemilu dapat melahirkan Umar bin Khattab masa kini, sesuai dengan situasi zamannya. Apakah itu niscaya, jika konstituen cerdas memilah dan memilih, Insya Allah!

 

========

Sumber: www.waspadamedan.com, Sabtu, 12 April 2014



Tag: , ,

Post Terkait

Komentar