post.png
AROL_anak.jpg

Mencegah Anak Dari AROL

POST DATE | 22 Juni 2017

Asap Rokok Orang Lain (AROL) adalah asap yang dihasilkan dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya. Biasanya merupakan gabungan dengan kepulan asap rokok yang dikeluarkan dari mulut/hidung perokok.

Korban AROL disebut sebagai perokok pasif (second hand smoker). Masalahnya perokok pasif ini menghisap 75 persen bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok aktif.

Ya…merokok mengakibatkan berbagai penyakit yang merusak tubuh dan otak. Dalam tag line, kemasan rokok jelas disebutkan “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin”. Pastinya berdasarkan kajian ilmiah paling mutakhir, ekses asap rokok terhadap manusia dan lingkungan telah menyebabkan pelbagai penyakit dan memperburuk keadaan lingkungannya.

Lebih ironis lagi, dampak asap rokok bagi perokok pasif ternyata jauh lebih besar ancamannya bagi kesehatan manusia dan lingkungan dibanding perokok aktif sekalipun. Lalu, yang paling rentan jadi korban asap rokok pasif adalah anak-anak dan wanita.

Penelitian dan hasil survei yang dilaporkan “The Surgeon General” dalam “The Health Consequences of Involuntary Exposure to Tobacco Smoke” dalam Warta Konsumen, (03/XXXVIII/2012, hlm. 34) membuktikan orang yang terpapar AROL mempunyai risiko sama bahayanya dengan mereka yang merokok.

Khusus dampak AROL pada kehamilan menunjukkan paparan AROL ternyata menyebabkan kelahiran dengan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir premature. Selain itu juga memunculkan kemungkinan sindroma kematian bayi mendadak (Suddent Infant Death Syndrome/SIDS), serta efek pada bayi berupa pertumbuhan janin dalam rahim terhambat dan keguguran spontan.

Kemudian dampak bagi anak-anak, yaitu ekses pada anak yang orang tuanya perokok engan kemungkinan terbesar terkena AROL, berisiko meningkatkan frekuensi penyakit saluran pernafasan (batuk, sesak nafas) dibandingkan dengan anak-anak dengan orang tua bukan perokok. Ternyata frekuensinya lebih tinggi apabila kedua orang tuanya perokok.

Frank Bandiera dari University of Miami Miller School of Medicine menunjukkan, paparan asap rokok di lingkungan (second handsmoke) dapat meningkatkan risiko anak-anak mengalami depresi dan gangguan perilaku termasuk hiperaktif. Menurutnyaanak-anak dari seorang ibu yang merokok semasa hamil berpotensi mengalami masalah gangguan perilaku.

Paparan asap rokok juga berkaitan dengan gangguan kesehatan lainnya seperti penyakit pernapasan dan jantung pada anak-anak (www.forumkami.net) Ironik memang, karena yang paling menderita itu remaja dan anak-anak karena tingkat konsumsi di kalangan yang tergolong rentan ini peningkatannya termasuk tercepat di dunia, yaitu 14.5 persen.

Untuk usia 5-9 tahun peningkatan konsumsi rokok mencapai empat kali lipat. Bahkan, menurut, Arief Rahman, praktisi pendidikan di Jakarta, menduga 70 persen orang miskin itu merokok. Karena itu, orang miskin harus diberdayakan dan dipahamkan mengenai bahaya merokok sehinga mereka juga mengawasi perkembanagan anak-anak mereka agar tidak merokok.

Mencegah anak dari AROL bermakna agar pimpinan instansi baik pemerintah maupun swasta untuk mengeluarkan peraturan yang melarang seluruh pegawainya masing-masing untuk tidak merokok di ruang milik publik. Seperti ruang perkantoran pemerintahan, bus umum, kereta api, halte, sekolah, swalayan dan tempat umum yang lain sekaligus dengan penegakan sanksi hukumnya.

Di samping juga tetap mengingatkan pemerintah sebab belum bertindak lebih tegas terhadap promosi dan iklan rokok yang semakin massif terhadap anak-anak dan remaja. Padahal biaya kesehatan akibat merokok mencapai 5.1 kali lipat daripada penerimaan cukai negara (biaya kesehatan akibat rokok Rp180 triliun).

Mencegah AROL harus dimulai dari rumah, tepatnya dari meja makan dan ruang keluarga. Berlanjut ke sekolah dan tempat-tempat fasilitas publik lainnya. Ketiadaan hukum (vacuum of law) larangan merokok telah membuat para perokok begitu dimanjakan atau begitu at home (betah), beraktivitas di tempat publik.

Demikian pula, para produsen rokok juga sangat leluasa bergentayangan membuat iklan guna ‘menghipnotis’ calon perokok. Di DKI Jakarta telah terbit Perda larangan merokok. Lalu, di negeri jiran, Malaysia, selain kawasan publik harus bebas dari asap rokok, anak usia di bawah umur 17 tahun dilarang untuk beli rokok.

Tentu itu saja tidak cukup. Perlu pengendalian agar konsumsi rokok tidak terus merebak dan itu merupakan keniscayaan. Keprihatinan terbesar kita adalah ketika anak-anak dan remaja merupakan mangsa yang harus dicegah jangan sampai menjadi penyumbang AROL. Tidak kalah penting pula, agar para orang tua sebaiknya menjauhkan anak-anak mereka dari paparan asap rokok. Semoga.

 

=============================

sumber :  waspadamedan.com

 



Tag: Rokok, Asap rokok, Perokok, Anak

Post Terkait

Komentar