post.png
Kartu_Prabayar.jpg

Menggugat Registrasi Prabayar Telepon Seluler

POST DATE | 01 November 2017

Mungkin bagi pelanggan telepon seluler prabayar, masih ingat tatkala pernah dibuat sibuk untuk melakukan registrasi nomor telepon yang dipakai. Waktu itu, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informasi telah membuat regulasi tertuang dalam Keputusan Menkoinfo Nomor: 23/Kominfo/M/10/2005 tentang Registrasi terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

Adapun maksud pemerintah mengeluarkan regulasi ini adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan jasa telekomunikasi. Oleh karena selama ini terdapat kesulitan untuk memberantas pesan pendek (short messaging services/SMS) maupun panggilan (voice) yang merugikan masyarakat, terkait tidak adanya registrasi identifikasi atas nomor pengguna telekomunikasi.

Disinyalir pula bahwa tidak adanya registrasi prabayar merupakan celah bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan aksi kejahatan. Mulai dari menghasut/agitasi terhadap ketentraman suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), termasuk SMS penipuan.

Dalam ketentuan itu, pemerintah telah menetapkan batas akhir regsitrasi adalah April 2006. Jika pada sampai batas waktu yang telah ditentukan pengguna kartu prabayar belum menyampaikan data pribadinya, maka operator akan menonaktifkan nomor telepon tersebut.

Terkait dengan ketentuan itu sesungguhnya terdapat antusiasme masyarakat untuk melakukan registrasi, di atas rata-rata 75 persen. Karena itu perlu diberitahukan kepada konsumen mengenai proses verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh operator seluler.

Verifikasi dan validasi penting mengingat proses registrasi nomor kartu prabayar sangat mudah melalui SMS 4444, hingga memungkinkan ada konsumen yang tidak memasukkan data atau identitas sebenarnya dan tetap dapat digunakan untuk melakukan tindak kejahatan  dan penipuan.

Tanpa ada kejelasan akan verifikasi dan validasi posisi konsumen kartu pra bayar tidak terproteksi dengan baik dan operator seluler telah berlaku diskriminasi atau ketidakadilan pasca-registrasi. Padahal registrasi itu dilakukan pengguna kartu prabayar justru untuk menghindar dari ketentuan pemblokiran sekaligus memproteksi diri ancaman korban aksi kejahatan dan penipuan.

Permasalahannya, manfaat apa yang didapat  konsumen secara konkrit dengan adanya program regsistrasi kartu prabayar itu? Sampai kini program regsitrasi masih berat sebelah, yaitu hanya menguntungkan operator seluler, sementara pengguna kartu prabayar meski telah menunjukkan itikad baiknya mengikuti registrasi belum mendapat kepastian hukum pascaregistrasi itu.

Cerminan itu terlihat pada masih maraknya aksi SMS penipuan pascaregistrasi kartu prabayar dilakukan. Kasus SMS bermodus hadiah  ternyata masih bergentayangan dan itu terus terjadi pada hampir setiap operator seluler.  Bahkan para pengguna telepon seluler dipastikan sering menerima SMS (short messaging service) yang dikirim operator. Sekadar contoh dapat dikemukakan isi SMS itu.

Menurut pengakuan pemilik nomor; 081397834xxx, “setidaknya setiap 2 kali dalam sebulan menerima SMS dari salah satu operator telepon seluler. SMS itu mengatakan dirinya mendapat motor, bahkan mendapat uang.” Di kesempatan lain, seorang pengguna operator seluler ternama mendapat pesan singkat berisi; “...buktikan bahwa Anda detektif yang ulung! Ketik REGDU. Raih Suzuki Swift, SuzukiShogun, dll! Tarif Rp.550 untuk terima/jawab SMS quis.”

Gara-gara SMS, publik Indonesia sempat geger dan heboh. Apa pasal? Tidak lain, karena adanya isu SMS santet. SMS santet ini memiliki ciri khusus, yakni berwarna merah. Nomornya antara lain 08666xxx dan 06666xxxx. Banyak warga dipenjuru nusantara mempertanyakan SMS santet kepada saudara-saudara mereka yang tinggal di Jakarta. Mereka yang khawatir akan mendapat bala atau tewas setelah membaca bunyi SMS yang masuk ke telepon seluler mereka. Seiring berjalannya waktu, isi SMS berubah dan mengalami modifikasi di sana sini.

Bagaimana kemudian respons pemerintah dan operator dalam kasus ini? Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika, betul-betul sangat lamban. Pakar telematika, Roy Suryo menggugat peran dan respons pemerintah atas kondisi itu (Media Indonesia, 13 Mei 2008, hal. 6).

Karena menurut Roy, pemerintah mestinya bisa bekerja sama dengan kalangan operator telepon yang ada guna meluruskan isu tersebut, melalui layanan SMS juga. “Apa susahnya sih mengirimkan broadcast SMS untuk menenangkan masyarakat?”, cetus Roy Suryo. 

Sanksi Penyalahgunaan

Salah satu faktor yang harusnya diperhatikan oleh operator telekomunikasi seluler adalah bagaimana dan apa tindakan yang akan diambil manakala ada kasus penyalahgunaan nomor kartu baik pra bayar maupun pasca-bayar untuk tindakan kejahatan atau penipuan? Apakah operator akan melakukan pemblokiran nomor yang disalahgunakan setelah melakukan penyelidikan? Apakah operator juga baru akan melakukan proses verifikasi dan validasi setelah timbul kasus?

Hal ini tentunya akan mengurangi tingkat keyakinan konsumen terhadap operator yang dipilihnya dan melanggar hak-hak konsumen atas keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan jasa telekomunikasi pasca dilakukannya registrasi kartu pra bayar?

Pertanyaan, apa yang didapat konsumen pasca-registrasi, sementara aksi kejahatan atau penipuan melalui SMS tetap marak? Bukankah kerelaan atau kemauan masyarakat untuk melakukan registrasi merupakan itikad baik untuk mendapatkan layanan yang lebih maksimal dan secara tertib hukum menunjukkan kepatuhan kepada peraturan yang ada.

Tidakkah segenap prestasi konsumen untuk mendaftarkan diri harus diimbangi dengan adanya kontraprestasi dari operator seluler, termasuk untuk tidak mendapat pesan penipuan bermodus pemberian hadiah?

Bila disederhanakan, meski registrasi kartu prabayar telah dilakukan apakah konsumen tidak mendapat jaminan garansi bakal bebas dari penyalahgunaan seperti  kejahatan atau penipuan atau pesan pendek berisi pesan sampah? Kalau begitu sesungguhnya program registrasi untuk kepentingan siapa?

Sumber: Analisa,



Tag: , ,

Post Terkait

Komentar