POST DATE | 28 Januari 2019
Di kampus UMSU, ternyata Farid Wajdi menjadi salah satu pelopor dalam penggunaan dasi. Soalnya, ia merupakan pria pertama yang menggunakan dasi saat bekerja. Bahkan, saat itu, jika ingin mencari Farid di Kampus UMSU, banyak yang menyarankan agar mencari pria yang mengenakan dasi. Kejadian itu sekitar tahun 2001 lalu.
Sekarang, sepertinya suasana kampus sudah terkondisi dengan gaya pria berkulit sawo matang ini. “Sekarang sudah banyak yang pakai dasi,” cetusnya. Apalagi, selembar surat edaran berisi instruksi untuk menggunakan dasi kepada staf pengajar sudah dikeluarkan pihak kampus.
Farid mengaku, keinginan untuk berdasi saat bekerja, berasal dari dosen PA-nya, Hakim Siagian, yang kerap berpenampilan rapi di kampus. “Saya lihat, kok bagus ya,” ucapnya dalam hati.
Meski waktu itu di kampusnya memakai dasi masih merupakan kebiasaan yang asing, Farid cuek saja. “Saya malah kurang pede (percaya diri-red) kalau tidak pakai dasi,” sebutnya.
Namun, pandangan sinis dari sejumlah staf pengajar tertuju pada Farid saat pertama mengenakan dasi. “Saya dibilang tidak merakyat, sangat ekslusif. Penampilan saya dianggap tidak familiar untuk lembaga yang sebenarnya harus merakyat. Tapi, apa kita harus menjadi kumal karena berkecimpung di LSM? Justru melalui dasi ini, saya ingin mengubah image tersebut,” kisanya.
Padahal, dengan syle tersebut, Farid hanya ingin menyesuaikan diri dengan relasinya. “Karena saya banyak berhubungan dengan perusahaan. Ini hanya penghargaan saya untuk orang yang saya hadapi. Sebaiknya, lawan saya juga akan segan kepada kita. Istilahnya, dasi menaikkan tarif,” ucapnya seraya tertawa geli.
Selain itu, ada lagi alasan tambahan saya akhirnya diutarakan Farid. “Gaya saya kan jelek, orang kampung, jadi saya tutupi dengan pakai dasi,” terang Farid sembari kembali menertawakan dirinya.
Memegang Teguh Disiplin Waktu
Dalam hal waktu, Farid tergolong disiplin. Jadi, jangan pernah mencoba untuk datang terlambat bila ingin menemuinya. Mahasiswanya telah merasakan dampak keterlambatan tersebut saat akan masuk ke kelasnya. Jika mahasiswa terlambat 15 menit, maka Farid tidak akan mengizinkan mahasiswa itu untuk masuk ke kelas. “Saya tidak suka orang yang ingkar janji. Termasuk para mahasiswa saya. Jika terlambat, mereka akan mengganggu mahasiswa lainnya, “ungkapnya.
Farid juga tidak menyukai, bila saat mengobrolnya, lawan bicaranya tidak melihat ke arahnya. “Rasanya, seperti saya tidak ada di sana. Saya tidak bisa bicara jika teman bicara saya tidak melihat saya,” tuturnya kembali.
Ia juga termasuk orang yang memegang teguh prinsip kejujuran dan apa adanya. “Saya paling tidak senang melihat orang yang suka berbohong. Kalau mereka khilaf dan mengakuinya, itu lebih baik daripada harus berbohong,” ujarnya.
===============
Sumber: Medan Bisnis, Minggu III, Maret 2005