post.png
COVER_BUKU_PENGAWASAN.jpg

Pengawasan Hakim dan Penegakan Kode Etik di Komisi Yudisial

POST DATE | 31 Januari 2021

Komisi Yudisial (KY) yang berdasarkan Pasal 24B Ayat 1 UUD 1945 merupakan lembaga negara bersifat mandiri, dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lebih jelas lagi KY diatur dalam Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

KY merupakan salah satu lembaga negara yang lahir dari era reformasi bersama Mahkamah Konstitusi. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, KY mempunyai salah satu wewenang yakni menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Proses penegakan etik di KY bersifat unik. Hal ini dikarenakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya mendudukkan KY bertugas sebagai “polisi”, bertindak sebagai “jaksa”, dan atau berfungsi sebagai “hakim” dalam penegakan etik. Jauh lebih kompleks dibandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dapat memiliki kedudukan sebagai “penyidik” dan “jaksa” saja.

Persidangan etik secara formil tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata. Namun demikian, tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian dalam persidangan hukum.

Buku ini menggambarkan secara lugas sebuah tugas dan wewenang KY dalam menjaga harkat dan martabat hakim melalui pengawasan perilaku, sekaligus proses atau rangkaian penanganan laporan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran etik oleh hakim. Tergambar dengan jelas bahwa proses pembuktian yang digunakan untuk menyelesaikan pelanggaran kode etik berbeda dengan pembuktian hukum.

Salah satu bagian menarik yang dibahas dalam buku ini adalah perbedaan pendapat antara teknis yudisial dan pelanggaran perilaku, antara KY dan Mahkamah Agung (MA). Perbedaan tersebut meliputi diskursus teknis yudisial, objek dan subjek pengawasan, serta batas etika dan batas hukum.

Perbedaan pendapat ini mengakibatkan sering kali rekomendasi sanksi pelanggaran KEPPH dari KY ditolak oleh MA dengan alasan teknis yudisial. Sayangnya dalam banyak kasus, MA tidak bisa memberikan penjelasan yang cukup jelas mengapa sanksi yang direkomendasikan oleh KY tersebut teknis yudisial.

KY sebagai lembaga mencoba mendorong para pihak untuk mencari jalan keluar mengenai perdebatan ini. Setidaknya dalam buku ini penulis mencoba mencari jawaban dengan memberikan pandangan dari berbagai pihak, termasuk best practice di negara lain.

Bagian lain yang menarik untuk dibaca adalah proses penanganan laporan masyarakat, metode pembuktian pelanggaran KEPPH, keberadaan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), hingga pengenaan sanksi. Walaupun sudah disebut dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, teknis pelaksanaannya masih banyak tidak diketahui oleh orang awam.

Dalam buku ini dijelaskan betapa rumitnya proses penanganan laporan masyarakat di KY hingga menghasilkan sanksi. Hal ini berbeda sekali dengan proses di Badan Pengawas MA yang dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Sangat wajar sekali hal ini terjadi, karena KY merupakan lembaga eksternal dari MA, sehingga proses penanganan laporannya memerlukan bukti yang cukup kuat dan meyakinkan agar MA dapat merespon.

Di buku ini dijelaskan dengan cukup detail tiap langkah yang diambil KY agar proses penanganan laporan masyarakatnya dapat terbukti dengan bukti cukup, untuk dapat menentukan apakah oknum hakim yang dilaporkan benar-benar melakukan pelanggaran KEPPH atau tidak.

Proses yang panjang inilah yang sering membuat pelapor menjadi tidak sabar untuk mengetahui perkembangan laporannya, hingga menganggap KY lamban. Akan tetapi hal ini diperlukan karena objek yang diperiksa merupakan Wakil Tuhan, sehingga prosesnya tidak boleh asal pelapor senang, sebab menyangkut nama baik hakim.

Proses yang lengkap dan cermat diperlukan juga untuk mengantisipasi adanya penyangkalan dari pihak terlapor terhadap laporan yang diterima. Buku ini penting sebagai panduan bagi para pencari keadilan, advokat, atau kelompok masyarakat dalam proses pendampingan pelaporan di KY.

Karena buku ini menggambarkan dengan sangat detail bagaimana proses tersebut dilaksanakan oleh KY, sehingga dapat menghilangkan kesan negative terhadap penanganan laporan masyarakat di KY. Penting pula bagi akademisi, mahasiswa atau peminat hukum lain untuk membaca buku ini untuk memahami KY secara lebih dekat dan praktis.

Buku ini juga dapat memberikan masukan bagi lembaga negara lain dalam proses penanganan laporan pelanggaran kode etik yang diterima. Bisa juga untuk menjadi perbandingan antara proses penanganan laporan pelanggaran hukum dan laporan pelanggaran kode etik di Indonesia.

============

Sumber: http://www.komisiyudisial.go.id/storage/assets/uploads/files/Majalah-KY-Juli-Desember-2020.pdf



Tag: , , ,

Post Terkait

Komentar