post.png
pemutihan_pkb.jpg

Kebijakan Pemutihan Pajak Kendaraan

POST DATE | 09 Juli 2017

Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara melakukan pemutihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) perlu dianalisis lebih jauh. “Pemutihan” atau penghapusan tunggakan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang terlalu sering atau berulang justru tidak mendidik masyarakat wajib pajak. Sepertinya pemerintah berniat membuat wajib pajak manja. Padahal para wajib pajak telah menikmati fasilitas dan infrastruktur publik yang bersumber dari para wajib pajak lainnya.

Rencana pemutihan PKB itu lebih terkesan sebagai kompensasi atas ketidakmampuan aparatur pemerintah menagih uang negara dari para wajib pajak. 

Oleh itu, jangan karena ketidaksanggupan aparat pemerintah dalam memungut pajak, maka pemerintah terus melakukan pemutihan. Mengapa kebijakan pemutihan PKB itu seperti sudah menjadi resep andalan pemerintah ketika tunggakan dari sektor pajak ini sudah membengkak dan mengganggu akuntabilitas Pemprov?

Tindakan pemutihan ini sudah sering dilakukan. Termasuk melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pemberian Pengurangan dan Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Kurang elok rasanya solusi tunggakan pajak justru melalui pemutihan? 

Upapa pemutihan PKB selain membiarkan aparat negara kurang bertanggungjawab atas kerjanya, juga merugikan bagi masyarakat luas. Pemutihan terhadap tunggakan PKB sama seperti memberikan subdisi kepada orang kaya karena yang menunggak adalah pemilik mobil dan sepeda motor. Pembayar PKB adalah orang yang punya kemampuan untuk membayar pajaknya. 

Oleh itu, pemutihan terhadap tunggakan pajak kendaraan bermotor berpotensi menghilangkan pendapatan daerah, dan tidak menutup kemungkinan menjadi peluang negatif. Adanya kebijakan pemutihan tunggakan kendaraan bermotor secara berulang akan mengurangi sumber potensial untuk pendapatan asli daerah (PAD). 

Langkah yang harus diambil adalah pemerintah daerah lebih kreatif berpikir, bagaimana cara agar wajib pajak mematuhi kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor, sesuai ketentuan, bukan melakukan pemutihan. Sangat mungkin terjadi pemutihan pajak kendaraan melibatkan kendaraan yang sama. 

Jadi, jika pun terpaksa ada pemutihan, pemutihan atas tunggakan pajak kendaraan bermotor satu kali dalam masa kepemilikan suatu kendaraan.

Secara yuridis kebijakan pemutihan pembayaran tunggakan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Sumatera Utara baru saja dilakukan yaitu tahun 2009 lalu.

Mereka mampu beli kendaraan, pastilah mereka mampu untuk membayar kewajibannya membayar pajak. Masalahnya adalah mengapa tunggakan PKB itu justru terkesan dibiarkan berlarut sehingga menjadi tunggakan?

Karena pajak penting untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat. Kalau pajak tidak dibayar, akan banyak yang dirugikan. Kalau ingin memberikan subsidi sebaiknya berikanlah untuk sektor pendidikan atau kesehatan. 

Ada baiknya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengkaji secara mendalam untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab masyarakat banyak yang tidak membayar pajak. Pemutihan PKB bukan sekadar norma bahwa Gubernur memiliki wewenang atau tidak. Tapi terkait pertanggungjawab moral dan hukum atas uang Rp908 Miliar sebagai tunggakan PKB kendaraan mulai tahun 1950, 1960 sampai 2014.

Apa filosofi upaya memutihkan pembayaran PKB itu? Apa situasi darurat yang mengharuskan pemilik kendaraan dibebaskan dari kewajiban  membayar pajak? Apakah ada jaminan pemutihan PKB dapat  menjaring lebih banyak pemilik kendaraan bermotor membayar pajaknya. 

Dapat dipastikan bahwa penghapusan denda PKB bagi pemilik kendaraan yang menunggak pembayaran pajaknya selama beberapa tahun.

Apakah pemutihan solusi untuk menggenjot pemasukan dari pendapatan PKB. Apakah dengan pemutihan PKB pemilik kendaraan dengan seta merta mau membayar pajaknya? Mana lebih edukatif dari sisi kewajiban membayar pajak dibanding potensi pemasukan daerah? 

Bagaimana pula mempertanggungjawabkan potensi peningkatan pajak yang bisa diterima Pemprov Sumut dari kebijakan penghapusan denda PKB ini bisa mencapai Rp908 Miliar. 

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara harus lebih cermat dan hati-hati dalam memberi advis yuridis terkait dengan kerugian yang bakal diderita terkait dengan pemutihan PKB itu. Selain itu perlu dipertimbangkan isi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.  Pasal 64 UU dinyatakan, kendaraan bermotor dapat dihapus registrasi dan identifikasinya jika pemilik tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya dua tahun setelah habis masa berlaku surat tanda nomor kendaraan bermotor.

Proses pemutihan PKB dapat saja ditempuh tetapi tentunya harus dapat menjawab alasan, di antaranya alasan yuridis, alasan ekonomis, alasan filosofis dan alasan politis.Apakah pemutihan PKB merupakan solusi masalah kepatuhan pembayaran pajak, atau justru kolusi untuk menyimpangkan pembayran pajak? 

Bagaimanapun pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi daerah setempat dalam membiayai pengeluaran rutinnya. Karena itu, mengelola pajak harus propublik, bukan memanjakan wajib pajak dengan pemutihan, karena itu bukan solusi tapi kolusi! ***

 

=========

Sumber: http://harian.analisadaily.com



Tag: ,

Post Terkait

Komentar