post.png
ktp_.gif

Simalakama KTP Gratis

POST DATE | 05 April 2017

Di sini, di Kota Medan ini, Torkis bukan saja tertegun, namun juga jadi ‘bingung’. Ia memang mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk), ia juga tercatat sebagai warga Negara. Ia warga negara legal di negeri tempat ia lahir, dan besar. Torkis punya KTP karena di negerinya membuat KTP tak dipungut biaya? Bagi orang semacam Torkis KTP adalah barang maha penting. Cuma belakangan si Torkis kepalanya pening berat. KTP-nya harus diperpanjang. Maklum si Torkis berniat melamar kerja jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sayang dan celaka dua belas bagi si Torkis, KTP gratis itu cuma ‘omong doang’.

Tatkala si Torkis begitu berharap dengan KTP itu, ternyata blangko ludes alias habis. Kantor kelurahan tempat si Torkis biasa mengurus KTP-pun angkat tangan. Sebab proses mengurus KTP telah pindah pula ke Dinas Pendudukan. Pokoknya bagi si Torkis keadaan betul-betul apes. Bak kata pepatah: sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Wajar kalau Torkis jadi urung-uringan. Betapa tidak, Torkis gagal total melamar jadi PNS. Masalahnya juga sepele. KTP lama telah mati, dan KTP baru belum keluar. Ternyata KTP gratis itu tidak ada. Meski dalam banyak kesempatan aktor-aktor birokrasi berjanji menyediakan KTP gratis alias tak dipungut biaya apapun. 

 

Populis buat miris

Memang di awal tahun 2000-an, agenda utama Pemko Medan adalah memperbaiki layanan publik dan karena itu dibuatlah reformasi birokrasi dengan kebijakan KTP, KK dan akte kelahiran gratis. Kualitas layanan publik harus ditingkatkan dan lebih jauh lagi mesti memihak kepada kepentingan rakyat, begitulah kira-kira pesan kebijakan itu. Semua orang terpesona dengan program serba gratis itu. Nyaris tak ada yang keberatan dan semua mendukung.

Ketika itu tidak ada pertanyaan, begitu pentingkah reformasi layanan birokrasi itu? Lalu, apakah reformasi pelayanan serba gratis itu bakal terlaksana? Apakah ada anggaran yang cukup untuk mengongkosi kebijakan populis itu? Apakah menggratiskan KTP, dan lain sebagainya itu kebijakan yang adil? Apakah ada katup pengaman kebijakan KTP gratis tidak bakal dimanipulasi? 

Belakangan program itu seperti buah simalakama. Satu sisi, warga menggugat KTP gratis itu. Mengingat warga justru dibuat susah dengan program gratis itu. Kini, pil pahit dari program serba gratis itu, yakni; Ketidakpastian waktu dan tarif/biaya, ketidakpastian siapa yang bertanggungjawab. Fakta empiris KTP gratis itu telah merusak layanan birokrasi, termasuk di jajaran pemerintahan daerah. Mengurus KTP makin lambat. Blangko KTP kosong di mana-mana. Akses untuk mendapat KTP makin minimal. Urusan makin berbelit. Lalu, kalau blangko KTP kosong, maka alasan ketiadaan anggaran alias kosong, menyeruak ke permukaan. Apakah setiap kebijakan populis itu bakal berbuah miris?

 

Memangnya ada yang gratis?

Meski jargon KTP gratis selalu menggema, namun hingga detik ini, reformasi birokrasi melalui KTP gratis itu lebih banyak sebatas wacana belaka. Sebab, secara empiris membuktikan sebaliknya. Warga Kota Medan masih sering menjadi korban eksploitasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan serba gratis oleh Pemko Medan, tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas layanan, terutama terhadap tidak gratisnya proses pengurusan KTP, KK atau akte kelahiran itu.

Buktinya, warga yang berurusan dengan komoditas publik itu tetap ditagih kutipan. Terminologinya macam-macamlah. Ada istilah uang lelah, uang ketik atau uang transportasi misalnya. Kebijakan serba gratis itu justru menempatkan warga yang berurusan dengan birokrasi sebagai ’bulan-bulanan’ atau korban diskriminasi dari fasilitas gratis itu. Pungutan liar tanpa bukti secarik kertas apapun dalam berurusan dengan birokrasi  pemerintahan merupakan rahasia umum, meski sulit dibuktikan secara yuridis. Cerminan perilaku buruk birokrasi pemerintahan dalam bingkai serba gratis ini terlihat pada ungkapan aparat birokrasi yang terkesan mengolok-olok, misalnya; ”kalau mau yang gratis langsung saja urus sama walikota”. Atau yang ’gratis itu ada di spanduk atau ada di koran, urus saja melalui spanduk atau koran’, dan lain sebagainya. Serba gratis itu tak signifikan bagi warga Kota Medan.

 

Perda Layanan Publik

Semula kebijakan KTP, KK dan akte kelahiran itu diidealkan untuk reformasi layanan publik. Kini yang terjadi justru birokrasi makin panjang, berbelit, makin rumit dan sulit serta membuat repot warga. Dalam banyak kasus kebijakan serba gratis justru menjadi sumber utama pungutan liar atau ketidak-efisienan layanan birokrasi.

Konyolnya, sumber-sumber ketidak-efisienan itu justru ditoleransi oleh pejabat birokrasi pemerintahan, dengan dalih pungutan itu sekadar ongkos mengurus yang gratis itu. Karena itu, sebaiknya cabut saja kebijakan serba gratis itu lalu ganti dengan membuat regulasi Peraturan Daerah Pelayanan Publik. KTP, KK dan akte kelahiran biarkan saja tetap dibayar, tetapi harus dibarengi dengan kualitas layanan birokrasi yang lebih prima.

Sekali lagi perlu Perda Pelayanan Publik ini dengan substansi mengenai; prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pemberi pelayanan, pengawasan intern, pengaduan pelayanan, sanksi atas pelanggaran, saran dan masukan serta jaminan pelayanan. Selain itu, regulasi juga dilengkapi pemberian ruang yang luas bagi warga jika terjadi sengketa antara warga dengan pemberi pelayanan publik, dan lain sebagainya.

Adanya standar atau indikator pelayanan dalam reformasi birokrasi pelayanan publik, jauh lebih penting. Daripada sekadar dagangan serba gratis, tetapi membuat warga meringis. Untuk apa sih, ada serba gratis tetapi mesti bayar lebih mahal. Kebijakan KTP gratis itu hendaknya dievaluasi. Mengapa mesti bertahan dengan kepura-puraan. Pura-pura gratis, tetapi bayar mahal. Pura-pura baik, tetapi mencabik. Pura-pura setulus hati, ternyata sefulus hati dalam melayani? Pura-pura membantu, ternyata membantai? KTP gratis telah memunculkan 1001 kepura-puraan lainnya? Simalakama KTP gratis cukup sampai di sini. Tutup tahun, tutup buku KTP gratis. Tahun baru, lembaran baru. Tahun baru semangat baru. Lalu, KTP baru dapatnya kapan nih? Oalah...memanglah...!!!

 

=====================

Analisa, 12 Januari 2009



Tag: Ktp

Post Terkait

Komentar