post.png
JANGAN_GOLPUT.jpeg

Jangan Golput

POST DATE | 23 Januari 2024

Golput adalah singkatan dari golongan putih yang berarti memilih untuk tidak memilih. Pilihan ini adalah bagian dari hak pilih bagi warga negara yang menempatkan memilih sebagai hak, bukan kewajiban.

Golput dikenal masyarakat luas sejak Kamis, 3 Juni 1971 ketika sekelompok mahasiswa, pemuda, dan pelajar memproklamirkan “Golongan Putih” di Balai Budaja Djakarta sebagai gerakan moral.

Kala itu, para penggerak golput seperti Adnan Buyung Nasution dan Arief Budiman menyeru orang-orang yang tidak mau memilih partai politik dan Golkar untuk mencoblos bagian putih atau bagian kosong di surat suara.

Gerakan itu adalah sebagai bentuk protes terhadap jalannya demokrasi yang tidak demokratis (https://tirto.id/apa-itu-golput-dalam-pemilu-penyebab-dan-dampak-nya-gRx4).

Kata putih adalah sikap memilih warna putih surat suara di luar pilihan warna kuning (Golongan Karya), warna merah (Partai Demokrasi Indonesia), dan warna hijau (Partai Persatuan Pembangunan).

Sebab saat Orde Baru, partai politik hanya ada tiga. Kata “golongan” bermakna perlawanan terhadap Golongan Karya sebagai peserta pemilu status quo otoritarian (https://nasional.kompas.com/read/2022/05/12/05060041/mengenal-istilah-golput-dalam-pemilu.

Dalam konteks ini, cikal bakal di masa orde baru lahirnya golput merupakan gerakan moral yang ditujukan sebagai “mosi tidak percaya” kepada struktur politik yang coba dibangun penguasa waktu itu.

Mohamad Asfar (2004) mencatat golput dimaknai sebagai protes dalam bentuk ketidakhadiran pemilih ke tempat pemungutan suara atau keengganan menggunakan hak suaranya secara baik, atau dengan sengaja menusuk tepat dibagian putih kertas suara.

Adapun maksudnya agar surat suara menjadi tidak sah atau agar kertas suara tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan tertentu pula.

Akar Masalah Golput

Taun, dkk (2023) dalam kajiannya mengidentifikasi akar muasal golput adalah sebagai reaksi atas fenomena politik yang gagal mengubah masyarakat seperti korupsi merajalela, amoralitas meningkat, banyak aset negara dijual kepada asing, partai politik saling mengalahkan dan anggota parlemen mengejar kebijakan moneter. Varma dalam RO. Iyai (2021) berpendapat terjadinya golput dinegara berkembang seperti Indonesia lebih disebabkan oleh rasa kecewa dan apatisme.

Memilih golput seolah memantulkan faktor seperti: (1) Sebagai simbol perlawanan terhadap rezim (2) Ketidakpercayaan terhadap sistem dan calon yang ada (3) Kekecewaan yang besar terhadap pemerintah dan sistem. (4) Putusnya harapan publik akan lahirnya sistem dan kepemimpinan yang mampu mengayominya.

Seiring dengan itu, golput mungkin juga terjadi disebabkan: (1) Apatisme politik. (2) Sinisme politik. (3) Alienasi, perasaan keterasingan dari kehidupan politik-pemerintahan. (4) Anomi, perasaan kehilangan nilai dan orientasi hidup.

Bagi Arbi Sanit (1992) golput dapat diklasifikasi menjadi tiga bentuk, yaitu: Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih.

Novel Ali (1992) membaginya menjadi dua kelompok yakni golput awam dan kelompok golput pilihan. Secara lebih detail diuraikan oleh Eep Saefulloh Fatah (2008) yang membagi golput menjadi empat jenis, antara lain (1) Golput teknis. (2) Golput teknis-politis. (3) Golput politis. (4) Golput ideologis.

Begitu pun, secara demokratis golput (non-voting behaviour) dipahami sebagai bentuk partisipasi politik warga negara yang muncul karena beragam latar belakang. Memilih adalah hak (right) politik warga negara yang by its nature mengandung arti legal or moral entitlement (authority to act), yang mengandung kebebasan pemilik hak itu untuk menggunakan atau tidak menggunakannya (RO. Iyai, 2021).

Jangan Golput

Berdasarkan laporan KPU seperti dilansir situs resminya, jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT KPU untuk Pemilu 2024 ada sebanyak 204.807.222 pemilih. Dengan sebaran jumlah pemilih Pemilu 2024 di dalam negeri sebanyak sebanyak 203.056.748 pemilih.

Data jumlah pemilih untuk Pemilu 2024 di dalam negeri tersebut tersebar di 514 kabupaten/kota, 7.277 kecamatan, 83.731 desa/kelurahan, 820.161 TPS (tempat pemungutan suara). Terdiri atas pemilih laki-laki 101.467.243, pemilih perempuan 101.589.505.

Jumlah pemilih Pemilu 2024 di luar negeri yang tersebar di 128 negara perwakilan, dengan jumlah PPLN, KSK dan Pos sebanyak 3.059, jumlah pemilih laki-laki 751.260, perempuan 999.214. Total pemilih Pemilu 2024 di luar negeri sebanyak 1.750.474 pemilih (https://news.detik.com/pemilu/d-7150264/data-jumlah-pemilih-pemilu-2024-di-seluruh-indonesia-dan-luar-negeri).

Menariknya sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen pemilih merupakan generasi Z. Sebutan generasi Z merujuk pada orang yang lahir mulai tahun 1995 hingga 2000-an. Pemilih dari generasi milenial sebanyak 66.822.389 orang atau 33,60 persen. Generasi milenial adalah sebutan untuk orang-orang yang lahir tahun 1980 sampai 1994.

Jika ditotalkan, pemilih dari generasi Z dan milenial ini berjumlah 113.622.550 orang. Jumlah pemilih muda ini mendominasi karena mencapai 56,45 persen dari total pemilih. selain generasi Z dan milenial, pemilih Pemilu 2024 berasal dari tiga generasi sebelumnya. Sebanyak 57.486.482 atau 28,07 persen pemilih adalah generasi X atau orang kelahiran 1965 hingga 1979.

Lalu, 28.127.340 atau 13,73 persen pemilih merupakan generasi baby boomer (kelahiran 1944-1964). Sisanya, 3.570.850 atau 1,74 persen pemilih merupakan generasi pre-boomer atau orang yang lahir sebelum tahun 1944. Pemilih laki-laki sebanyak 102.218.503 orang, sedangkan perempuan 102.588.719 orang (https://news.republika.co.id/berita/rx72ap330/56-persen-pemilih-pemilu-2024-dari-kelompok-gen-z-dan-milenial).

Jumlahnya yang besar ini, berperan penting penentu kemenangan, apalagi jika dikelola dengan baik. Karena itu, mereka diharapkan untuk tidak golput. Bahkan pemilih tidak cukup hanya hadir memberikan suaranya pada Pemilu Serentak 2024 pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024, tetapi juga wajib ikut aktif melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Pemilih (muda) memiliki peran besar sebagai pengawas partisipatif yang memastikan suaranya tidak dimanipulasi.

Rio Lesmana (2024) mengatakan pemilu sangat penting dalam konteks demokrasi dan karena itu golput sebaiknya dihindari. Apalagi Pemilu tidak hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang memilih arah kebijakan dan ide-ide yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Wihoho Poerbohadidjojo (1939) pendiri Partai Islam Indonesia, mengatakan “siapa yang tidak turut berpolitik, maka dicaploklah ia oleh politik.” Meminjam Reza A. A. Wattimena (2011), “ketika orang-orang benar takut, orang jahat berkuasa. Yang diperlukan untuk orang-orang jahat untuk berkuasa adalah ketika orang benar bermain aman, diam, dan bersembunyi di balik kepompong pengecutnya. Hanya itu. Tak lebih.”

RO. Iyai (2021) mengatakan kualitas pemilu secara tidak langsung juga dilihat dari legitimasi pemimpin yang terpilih. Semakin kuat dukungan rakyat semakin kuatlah tingkat kepercayaan publik. Pemilu menjadi alat untuk menyaring dan menghindari potensi risiko terhadap kebijakan dan stabilitas pemerintahan dengan memilih pemimpin yang dianggap memiliki kualitas terbaik.

Pemilu adalah tulang punggung demokrasi, dan penggunaan hak pilih adalah tanggung jawab yang harus diemban oleh setiap warga negara. Golput dapat merusak demokrasi dengan menggerus kepercayaan dan legitimasi pemerintahan yang terpilih.

Berpartisipasi dalam pemilu, bermakna memastikan suara publik terdengar dan menghela perubahan sesuai yang diinginkan dapat terwujud. Tak kalah pentingnya adalah Pemilu menjaga integritas sistem demokrasi, dan memperkuat peran publik yang berpartisipasi aktif dalam pemerintahan.

Jika merujuk Keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III Tentang Masa'il Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan) pada 2009, pilihan golput hukumnya haram. Karena itu, umat Islam wajib hukumnya memilih pemimpin.

Bagi Cholil Nafis jika umat Islam tidak memilih artinya mereka tidak ikut bertanggung jawab atas kemajuan masa depan bangsa. Ia mengatakan, setiap umat mempunyai tanggung jawab, tugas untuk memakmurkan bumi, dan ikut membangun dunia (https://www.kompas.com/tren/read/2023/12/16/200000565/mui-tegas-kan-golput-di-pemilu-2024-hukumnya-haram-ini-alasannya? page=all).

Penting menggunakan panduan dari Franz Magnis Suseno SJ, "Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa." Jika begitu, sekali lagi Pemilu bertujuan tidak hanya untuk memilih kandidat yang dianggap paling baik menurut pandangan publik, tetapi juga untuk menghindari kemungkinan hadirnya calon yang dianggap tidak kompeten atau memiliki agenda yang merugikan dapat menguasai pemerintahan.

Karena itu, Jangan Golput dan jangan kendor serta tetap semangat gunakan hak pilih sesuai suara hati. Niatkan jangan sampai calon terburuk berkuasa!

============

Sumber: Waspada, Rabu, 31 Januari 2024, hlm. B3



Tag: , , , , , ,

Post Terkait

Komentar