POST DATE | 23 Juni 2017
Banyak masalah yang melilit perusahaan air minum di Indonesia. Masalah yang cukup krusial meliputi penyediaan air minum saat ini antara lain masih rendahnya cakupan pelayanan air minum. Rendahnya cakupan pelayanan tersebut secara operasional merupakan refleksi dari pengelolaan yang kurang efisien atau kurangnya pendanaan (permodalan) untuk pengembangan sistem yang ada.
Masalahnya selama tiga dasawarsa terakhir, pembangunan prasarana dan sarana air minum terus dilaksanakan. Namun ternyata cakupan pelayanan air minum yang aman secara nasional pada tahun 2009 baru mencapai 47,71 persen. Keadaan itu dicapai melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan jaringan perpipaan sebesar 25,56 persen secara nasional yang terdiri atas 43,96 persen di perkotaan dan 11,54 persen di perdesaan. Hal ini tentu saja masih cukup jauh dari sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yaitu sebesar 68,87 persen penduduk Indonesia akan memperoleh akses air minum yang aman.
Pelayanan hak atas air termasuk yang tercantum di dalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 33: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat“.
Bahkan secara tegas Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menyatakan: negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif. Cuma memang inti masalah PDAM pada umumnya menyangkut masalah manajemen, mulai dari personalia yang tidak dapat kepercayaan penuh dan intervensi politik dalam mengisi kepemimpinan perusahaan.
Perlu senantiasa upaya peningkatan pelayanan di bidang air bersih kepada masyarakat saat ini sebab terlihat masih kurang. Bahkan dari segi persentase jumlah penduduk yang terlayani terlihat semakin menurun. Karena pertambahan penduduk tidak sebanding dengan pertambahan cakupan pelayanan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan ini yaitu dengan memperbaiki kinerja PDAM baik perbaikan di bidang manajemen, komunikasi maupun keuangan.
Secara umum masalah PDAM terdiri atas: cakupan pelayanan rendah, tingkat kehilangan air tinggi, tingkat penagihan piutang rendah, meningkatnya komponen biaya produksi tarif yang belum menutupi biaya produksi, hutang yang sangat besar, inefisiensi tenaga kerja, kebijakan investasi kurang terarah, campur tangan pemda dan DPRD terlalu besar dalam pengambilan kebijakan. Catatan itu menunjukkan kalau sebagian besar masalah yang melilit PDAM berasal dari masalah manajemen dan operasional, sedangkan hal lain yaitu mengenai hutang yang cukup besar.
Nah, agar perluasan cakupan PDAM dapat tercapai diperlukan usaha-usaha revitalisasi secara terpadu baik dari sisi PDAM yang didukung Pemda dan DPRD, maupun dari sisi Pemerintah Pusat. PDAM tidak mungkin dapat berjalan sendiri dan menyelesaikan masalah di PDAM, karena masalah yang ada tidaklah berdiri sendiri. Cara paling efektif adalah menggabungkan kekuatan dari para pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, Pemda (provinsi/kabupaten/kota) dan kalangan DPRD.
Dengan menggabungkan seluruh potensi tersebut di atas, diharapkan perluasan cakupan dalam pelayanan PDAM dapat lebih cepat terealisir. Terpenting bagi Pemda dan DPRD, perlu terus menagih pemerintah pusat.
Bagi warga Sumatera Utara, ternyata pelayanan PDAM dinilai masih buruk. Hal ini merujuk pada kualitas air PDAM yang semakin parah. Banyak warga mengeluhkan kualitas, kuantitas dan kontuinitas pelayanan PDAM. Secara kualitas air semakin buruk. Airnya keruh bercampur tanah, jangankan untuk minum, untuk mandi juga tidak layak. Secara kuantitas dan kontuinitas air lebih banyak macetnya daripada mengalirnya. Banyak konsumen menerima pelayanan air yang cuma menetes.
Intinya, selain tak layak konsumsi, airnya juga tidak bersih. Dalam posisi ini pelayanan PDAM Tirtanadi sudah ‘lampu merah’. Pelayanan kepada konsumen seperti terbengkalai. Tidak ada ditemukan usaha maksimal untuk memberikan pelayanan terbaik dan memuaskan. Diduga minimal 40 persen konsumen menyatakan ketidakpuasannya terhadap layanan yang diberikan PDAM Tirtanadi seperti, kualitas air PDAM yang sering keruh. Padahal air PAM harusnya jernih dan bersih serta layak konsumsi.
Mestinya belajar dari pelbagai keluhan yang disampaikan masyarakat, pengelola PDAM segera menindaklanjuti keluhan masyarakat dan memperbaiki pelayanan. Ketersediaan air yang layak sangat penting, lagipula tagihan PDAM dibayar setiap bulannya.
Masalah utama PDAM pada umumnya menyangkut masalah manajemen, mulai dari personalia yang tidak dapat kepercayaan penuh dan intervensi politik. Eksesnya adalah manajemen pengelolaan yang tidak bagus.
Karena yang diurus terkait masalah air minum, dan itu merupakan kebutuhan dasar, maka masalah air minum perlu ditempatkan dalam prioritas tinggi. Ke depan langkah penyehatan PDAM oleh para pemangku kepentingan harus diikuti dengan perbaikan manajemen dan komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah dan DPRD. Tanpa ada kemauan itu maka perbaikan dari manajemen PDAM maupun pemda/DPRD, maka itu merupakan pekerjaan yang sia-sia.
Untuk mempercepat perbaikan kinerja direksi dan karyawan PDAM, tiga prinsip yang harus dijaga dan diperkuat adalah komitmen, kejujuran dan transparansi. Apabila kinerja membaik, maka PDAM diharapkan dapat secara mandiri meningkatkan kondisi keuangan, kualitas dan cakupan pelayanan air minum secara berkesinambungan.
PDAM Tirtanadi memerlukan kepemimpinan yang lebih kreatif, inovatif, mengutamakan kerjasama tim dan mampubergulat dengan perubahan besar dalam ekonomi, teknologi, pemerintahan dan masyarakat.
Dengan demikian dibutuhkan langkah inovatif dan praktik-praktik yang baik dalam pengembangan kepemimpinan di lingkungan kerja PDAM Tirtanadi. Kepemimpinan dapat dianggap sebagai proses tindakan untuk mempengaruhi kegiatan kelompok atau tim kerja dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Seleksi kepemimpinan di perusahaan plat merah (PDAM Tirtanadi) sesungguhnya perlu mencari kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Kepemimpinan yang merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya.
Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual. Syaratnya kepemimpinan yang melayani itu (http://cintaimabar.blogspot.
=========================
sumber : harian.analisadaily.com