POST DATE | 14 Juli 2017
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Dr. Farid Wajdi, SH, M.Hum mengkritisi berbagai persoalan pelayanan publik melalui buku berjudul ‘Menyambung Lidah Konsumen‘. “Buku setebal 168 lembar ini merupakan kumpulan tulisan yang berusaha merekam berbagai pelayanan publik yang saat ini, telah roboh diterjang badai kekuasaan trio-pejabat, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif,” ungkapnya kepada Cerita Medan, hari ini.
Dalam buku itu, Farid mencoba menyuarakan kegelisahan para pedagang tradisional yang harus bersaing dengan pasar modern. “Tulisan dalam buku ini merupakan upaya memengaruhi kebijakan publik untuk ikut serta menyuarakan suara yang termarginalkan selama ini. Suara yang diharapkan mampu merekatkan suara warga menjadi opini publik,” papar mantan Dekan Fakultas Hukum UMSU berusia 45 tahun itu.
Menurut Farid Wajdi, buku “Menyambung Lidah Konsumen” adalah kegenitan untuk melintasi waktu guna mengisi ruang peradaban agar proses advokasi tidak hanya mengandalkan perkataan. Beliau menambahkan bahwa peradaban butuh ditulis. Buku ini sebenarnya tak lebih dari sekadar menyuarakan suara konsumen akibat tidak munculnya pemimpin dan kepemimpinan yang peduli dengan realitas.
Buku Menyambung Lidah Konsumen berusaha menggelitik lewat percikan pemikiran yang dituliskan. Memungut suara konsumen baik dalam bentuk kritikan maupun gagasan-gagasan mereka ke pengambil kebijakan melalui media massa. Ada 4 bab uraian dalam buku yakni berisi Main Hakim Sendiri, Kepemimpinan dan Korupsi, Jagalah Akal Sehatmu, Menggugat Mal administrasi dan Menagih Hak Konsumen.
Dalam pidato peluncuran buku Farid Wajdi mengutip Jamil Azzani: “jika kamu ingin tahu dunia, maka membacalah. Tetapi jika kamu ingin dunia tahu kamu, maka menulislah”.
Akademisi yang selama ini getol menyuarakan hak konsumen atas pelayanan publik ini menjelaskan, tersumbatnya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintahan yang terjadi selama ini membuat persoalan-persoalan sepele berubah menjadi persoalan besar.
Beberapa di antaranya seperti kritiknya mengenai cara memproteksi pasar tradisional di tengah menjamurnya pusat perbelanjaan modern. Soal eksistensi pasar tradisional di halaman 94, Farid Wajdi memaparkan, pasar tradisional di Indonesia memiliki karakter khas yang takkan mampu digantikan pasar modern, sehingga tetap eksis hingga kini. Pasar tradisional memilik keunggulan yang tak dimiliki pasar modern sekalipun.
Peluncuran buku tersebut berlangsung dengan sangat sederhana dengan dihadiri kalangan pedagang pasar tradisional yang tergabung pada Persatuan Pedagang Pasar Tradisonal (P3T) Sumatera Utara, Anggota DPD RI Asal Sumut Parlindungan Purba, tokoh masyarakat dan kalangan seniman.
Peluncuran buku juga dibarengi dengan pencanangan gerakan Ayo Belanja ke Pasar Tradisional oleh Parlindungan Purba.
========
Sumber: https://ceritamedan.com