post.png
jalan_panjang_krisis.jpg

Jalan Panjang Krisis Listrik

POST DATE | 08 Juli 2017

Masih terekam dengan baik, catatan janji partai politik (parpol) pada masa kampanye pemilihan umum legislatif lalu. Satu di antaranya adalah mereka berlomba menggoreng isu krisis listrik yang tak kunjung tuntas di Sumatera Utara. Krisis listrik yang mendera warga Sumatera Utara sejak 2005 lalu, digoreng para elit politik dalam kampanye itu.

Dalam perspektif pelayanan negara kepada warga, ketika parpol menggoreng isu krisis listrik itu seperti melecehkan logika publik. Elit parpol seolah mengolok-olok derita warga yang telah kehilangan kepercayaan (nirtrust) kepada janji pejabat publik. Menegasikan bahwa janji itu lumrah dan tak perlu dibuktikan.

Elit parpol yang menawarkan jalan menyelesaikan dan memutus belitan krisis listrik terdiri atas partai yang berkuasa atau partai ikut berkuasa dalam pemerintahan. Padahal kekuasaan yang digenggam pada masa lalu mestinya dapat menggerakkan bandul krisis lebih ke pinggir lagi, sehingga pemadaman listrik tidak perlu berlangganan. Terkesan pemadaman bergilir sebagai ekses krisis listrik seperti jalan panjang tak berujung?

Uniknya adalah tak kurang dari petinggi parpol berkuasa menjanjikan krisis bakal berakhir jika partainya menang Pemilu 2014? Pertanyaannya, apa yang telah diperbuat partai itu selama kurun waktu 10 tahun belakangan? Bukankah selama 10 tahun mereka memiliki kekuasaan besar untuk menyelesaikan krisis listrik? Seberapa besar komitmen partai itu untuk membuat krisis sebagai prioritas masalah yang segera dituntaskan? Atau, apakah krisis listrik terjadi adalah disengaja (by design) atau malah dirawat karena dapat mengeruk keuntungan dari krisis itu.

Dengan begitu dapat jadi komoditas politik pada masa kampanye pemilu? Ke mana saja para kader parpol baik di lembaga ekesekutif maupun legislatif selama 5 tahun lalu? Alur berpikir elit parpol seperti menjungkirbalikkan akal sehat publik. Dus, terasa menyakitkan karena niatan menyelesaikan krisis listrik seperti drama amerika latin (telenovela). Menguras emosi penonton tetapi alur ceritanya tetaplah seputaran percekcokan cinta kasih para aktornya?

Mengapa Nirsolusi?

Menyambung cerita krisis listrik sebagai menu kampanye, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengundang secara khusus Gubernur untuk mengatasi krisis listrik yang melanda Sumatera Utara. Sebagai pintu masuk mengurai krisis listrik tentu mestilah diberi apresiasi. Apalagi ada kaitannya dengan usaha memercepat atau memangkas segala perizinan terkait pembangkit dan jaringan listrik baru yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

PT PLN hanya memiliki pembangkit yang bisa menghasilkan listrik berkapasitas 1.500-an megawatt (MW). Sementara kebutuhannya sudah mencapai 1.650 MW. Jadi ada defisit lebih kurang 150-an MW. Secara teknis seharusnya dengan kepasitas sebesar itu wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) memiliki cadangan 30% atau menjadi 1.900 MW.

Bagaimana memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik tersebut, jika tidak diimbangi dengan pasokan listrik yang cukup. Itu bermakna Sumatera Utara tetap berpotensi mengalami krisis listrik. Sekali lagi, jalan panjang krisis listrik berarti masih terbentang?

Tetapi melihat niatan dan momentum penyelesaian isu krisis listrik adalah di masa kampanye Pemilu hampir dapat diyakini, begitu pesta demokrasi usai, isu krisis bakal dilupakan lagi. Ternyata memang benar. Begitu pesta demkorasi usai pemadaman bergilir terjadi lagi. Konon pula, dalam banyak kasus pelayanan publik, pejabatnya lebih banyak melakukan rapat koordinasi dan kesepakatan, mengeluarkan surat keputusan, menabur wacana tetapi selalu lupa mengeksekusi. Jadilah, rapat punya rapat, tetapi masalah tetap berkarat!

Seperti Autopilot

Autopilot adalah interpretasi terhadap kondisi dari sebuah Negeri yang dalam keadaan tetap bergerak dinamis ketika kepemimpinan oleh pemimpin negari bersikap pasif. Jadi, autopilot adalah negari tanpa kepemimpinan pemimpin negara tetapi negara dipimpin oleh rakyat secara tidak langsung atas dasar otoritasnya sebagai individu-individu. Para individu itu bergerak berdasarkan kepentingan pencarian hidupnya, sedangkan pemimpin negara cenderung diam hanya menerima hasil.

Tetapi terlalu lama dalam posisi autopilot, pesawat akan mengalami masalah. Perubahan kapan saja boleh terjadi, sulit diprediksi dan cenderung dinamis. Autopilot adalah keadaan di mana kemudi/kendali berada pada posisi otomatis, berjalan sesuai dengan sistem tanpa campur tangan manusia.

Di Sumatera Utara, seperti juga di Indonesia, para pemimpinnya sibuk dengan agenda sendiri dan cenderung mengabaikan situasi sosial, politik dan ekonomi yang terjadi di sekelilingnya. Akibatnya, Sumatera Utara seperti sedang mengalami kekosongan kepemimpinan. Dan rakyat harus merespon fenomena ini secara bijaksana. Betapa tidak, para pemimpin di daerah tidak hadir (in absentia) dalam persoalan mengurus krisis listrik.

Untuk menyelesaikan krisis listrik yang telah begitu akut dan kritis, seolah tidak memerlukan kehadiran pemerintah. Sebab krisis listrik berupa pemadaman bergilir 3-5 jam per hari, rakyat dan swasta sepertinya telah memiliki naluri untuk tetap berjalan menjalani kehidupan. Bahkan, sialnya pemerintah daerah malah dianggap sekadar berbasa-basi oleh pihak masyarakat dan swasta. Itu terjadi adalah akibat buruknya pola komunikasi dan posisi tawar pemerintah daerah.

Pilihan Rakyat

Para pejabat dipucuk pimpinan daerah dipilih untuk mengurus daerah dan rakyatnya. Para pejabat harus berpikir bahwa dirinya adalah bertugas untuk melayani. Hal ini juga sesuai dengan sumpah jabatan yang diucapkan dalam acara pelantikan pejabat tersebut. Baik itu pejabat eksekutif dan legislatif harus benar-benar menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik.

Sumatera Utara saat ini, sangat membutuhkan sosok pemimpin, yang memiliki kearifan (wisdom) dalam mengakhiri pemadaman bergilir. Sosok yang tidak hanya mementingan dirinya sendiri (narsis) dan kelompoknya. Jabatan yang ada harus dipandang sebagai sebuah amanah, yang harus dikerjakan sebaik-baiknya.

Jadi, jadual listrik byarpet yang sudah terstruktur, massif dan sistemik harus dihentikan. Rakyat tidak mungkin dapat menghentikan pemadaman bergilir itu. Ketidak-hadiran para pemimpin daerah (in absentia) untuk mendorong agar krisis listrik cepat berakhir sangat menyakitkan.

Rakyat tidak butuh wacana ketiadaan peraturan atau basa basi tetek bengek urusan administrasi. Krisis listrik sudah terlalu akut, telah banyak korban harta dan jiwa. Secara nominal kerugian sudah tak terkira. Tanpa solusi serius dan terukur, proses pembiaran pemadaman bergilir juga jelas penindasan hak asasi rakyat oleh Negara! ***

 

========

Sumber: http://harian.analisadaily.com/



Tag: , Pln,

Post Terkait

Komentar