post.png
INALUM.jpg

Posisi Inalum dan Solusi Krisis Listrik

POST DATE | 19 Juli 2017

Sungguh rumit mencari solusi krisis listrik di Sumatera Utara (Sumut). Krisis bermula tahun 2005. Kala itu pemerintah menghadapi situasi sulit. Kesulitan itu disebabkan kenaikan harga minyak, subsidi energy melebihi Rp200 Triliun, subsidi listrik Rp50 Triliun.

Seterusnya, pada waktu itu kapasitas kemampuan daya PLN hanya 25.000 MW, sebanyak 6.000 MW di antaranya menggunakan diesel yang cukup mahal operasinya. Nah, kesulitan itu, lebih khusus di Sumatera Utara belum juga terpecahkan. Memang pelbagai solusi telah ditawarkan.

Paling anyar solusi krisis listrik itu, setidaknya versi Direktur Operasi Jawa, Bali, Sumatera PT PLN Ngurah Andyana adalah rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum dari 90 MW menjadi 135 yang ditargetkan terealisasi 3-10 Maret 2014. Tetapi tersandung pelbagai soal administrasi sehingga untuk mewujudkannya, butuh dukungan pemerintah dan DPR.

Penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 180 MW (PLTGU Belawan GT 2.2+ HRSG+steam turbin). Ini diperkirakan beroperasi tanggal 10 Maret 2014. Lagi untuk merealisasikan itu perlu dukungan dari DPR RI dan pemerintah. Ada pula rencana tambahan pasokan dari penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 75 MW (PLTU Labuhanangin 2). Versi PT PLN, untuk yang ini diperkirakan beroperasi 10 Maret 2014.

Langkah lain adalah mempercepat penyelesaian proyek PLTU Nagan Raya 2×95 MW. (Unit 2 sebesar 60 MW dalam tahap pengujian mulai 10 Maret, COD April 2014 untuk unit 1 dan Juni 2014 untuk unit 2). Solusi lainnya yaitu dibutuhkan tambahan cadangan pasokan sebesar 30 persen dari beban puncak 1.700 MW sebesar 510 MW yang akan dipenuhi dari pengoperasian sewa PLTD MF0 120 MW secara bertahap (April 20 MW sampai Juni 120 MW).

Untuk melengkapi daya ditambahi lagi pasokan energi dari PLTU Nagan Raya dengan kapasitas 2×95 MW, yang ditargetkan akhir April-Juni tahun 2014. Dari PLTU Pangkalansusu dengan kapasitas 2×200 MW pada akhir tahun 2014, dengan catatan transmisi 275 KV dapat tersambung pada Maret 2014.

Dari semua solusi krisis listrik yang yang ditawarkan versi rapat Komisi VII DPR RI, PT PLN (Persero) dan Gubernur Sumatera Utara pada Senin (3/3) yang paling menarik adalah posisi Inalum dalam memutus mata rantai krisis listrik di Sumatera Utara. Satu di antaranya adalah PT PLN mendapat tambahan pasokan listrik dari PT Inalum yang sebelumnya 90 MW menjadi 135 MW. Tetapi itupun untuk melakukannya, PLN butuh bantuan pemerintah dan DPR?

Posisi Inalum

Inalum sesuai desain awal berkapasitas produksi 225 ribu ton aluminium ingot per tahun dengan kapasitas sumber listrik PLTA Asahan II terpasang 640 Megawatt. Proyek Asahan merupakan kerja sama Indonesia-Jepang untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kabupaten Toba Samosir dan Pabrik Peleburan Aluminium (PPA) di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Masa operasional PT Inalum adalah 30 tahun mulai 1 November 1983-31 Oktober 2013 sesuai “Master Agreement” Proyek Asahan. Porsi kepemilikan saham beberapa kali mengalami perubahan hingga terakhir adalah 41,13 persen dimiliki pemerintah dan 58,87 persen dikuasai investor Jepang. Jadi, secara resmi PT Inalum telah kembali ke pangkuan Indonesia sejak per 31 Oktober 2013.

Masalahnya meski PT Inalum berada di Provinsi Sumatera Utara, kontribusinya bagi solusi krisis listrik sangatlah minim. Tetapi itu dimaklumi karena masih terikat perjanjian dengan pihak pemerintah Jepang. Kini PT Inalum sepenuhnya milik dan berada di bawah penguasaan pemerintah Indonesia. Saat krisis listrik berada dipuncak, ternyata sekali lagi kontribusi PT Inalum cuma sekadar basa-basi belaka.

Maksudnya, jika yang diprioritaskan adalah rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum cuma sebesar dari 90 ke 135 MW, tidaklah menyelesaikan masalah. Sumatera Utara tetaplah defisit energi listrik. Masyarakat dan industri tetap pulalah bergaul dengan pemadaman bergilir (byarpet) dengan durasi 2-4 jam.

Yang menyesakkan dada adalah sampai kapan pemadaman bergilir berlangsung, tidak ada jawaban terukur. Kapan pula Sumatera Utara bebas dari pemadaman, seperti pungguk rindu bulan? Serba tidak pasti!

Dibanding kesepakatan Komisi VII DPR, PT PLN dan Gubernur Sumatera Utara, ide M. Jusuf Kalla (mantan Wapres) jauh lebih sederhana, cemerlang, dan tak sekadar berwacana. Menurut beliau, sebenarnya kalau Sumatera Utara ingin segera keluar dari krisis energi listrik adalah dengan mengonversi seluruh daya 600 MW proyek PT. Inalum dipakai untuk PLN. Sistemnya adalah sewa Inalum. Pilihan itu lebih bermanfaat dan logis dibandingkan dengan menyewa genset dari luar negeri.

Solusi Inalum dikonversi itu  jauh lebih logis. Konstruksi berpikir bahwa pabrik Inalum untuk sementara dihentikan sambil menunggu peremajaan mesin. Sewa listrik 640 MW selama tiga tahun dapat digunakan pemerintah untuk membayar tunai harga Inalum termasuk dengan biaya modernisasi mesinnya.

Bagi pihak yang menolak konversi Inalum dipakai untuk PT PLN dapat dimaklumi. Karena secara empirikal mereka tidak merasakan ekses listrik pemadaman bergilir itu.

Tentu rasa pahit listrik padam mungkin cuma dirasa lewat membaca media massa. Sensitifitas dan suasana kebatinan mereka berbeda dengan suasana psikologis warga Sumatera Utara yang disandera mengunyah ‘pil pahit’ pemadaman bergilir setiap harinya.

Melihat kondisi sistem kelistrikan yang begitu parah, rapat dan kesepakatan serta taburan wacana tidak akan menyelesaikan masalah. Perang wacana solusi listrik biarlah tetap bergulir, tapi pemadaman bergilir harus dihentikan.

Daftar panjang sumber energi listrik di Sumatera Utara silahkan saja dipaparkan, tapi masyarakat butuh solusi. Masyarakat tidak butuh apologi, apalagi kolusi dan konspirasi. Jadi, sekali lagi, solusi paling riel adalah Inalum dipakai untuk menggerakkan mesin pembangkit listrik milik PT PLN.  

Solusi krisis cuma dapat diatasi dengan kerja nyata dan tanggung jawab penuh dari para pemangku kepentingan. Jadi, posisi Inalum dalam situasi krisis listrik adalah mesin penyelamat. Inalum adalah kebijakan tanggap darurat konkrit dalam mencari jalan keluar krisis listrik. Solusi lain adalah pelengkap. Ibarat sebuah perang, Inalum adalah tentara amfibi yang membuka jalan dan mengamankan masuknya tentara reguler untuk menaklukkan musuh! ***

 

=========

Sumber: http://harian.analisadaily.com/



Tag: , , , Farid wajdi

Post Terkait

Komentar