post.png
urgensi_halal.jpg

Urgensi Labelisasi Halal

POST DATE | 05 April 2017

Ajaran Islam sangat mementingkan kebaikan dan kebersihan dalam semua aspek. Misalnya dari segi makanan atau produk dan masalah penggunaannya. Islam memerintahkan umatnya agar memakan dan menggunakan bahan-bahan yang baik, suci dan bersih  (al-Baqarah, 2: 168, 222).

Al-Quran dan Hadis sebagai sumber hukum umat Islam, telah membuat pengawasan jelas dan terang bahwa ada makanan atau produk lainnya yang halal digunakan. Sebaliknya ada makanan atau produk lainnya yang haram digunakan (al-Maidah, 3: 3, al-Baqarah, 2: 173).

Islam mewajibkan setiap Muslim untuk menyelidiki dan memperhatikan dengan seksama setiap makanan atau produk yang akan dikonsumsinya. Karena, makanan yang dimakan bukan sekadar menjadi najis semata. Makanan juga diserap dan dimetabolisme ke dalam sistem pencernaan dan beredar ke seluruh bagian tubuh, termasuk ke otak dan ke jantung.

Bahkan, sebelum memutuskan apakah suatu produk itu layak dimakan atau tidak, perlu dipertimbangkan lebih dari sekadar halal atau haram (An-Nahl, 16: 114, al-Mukminun, 23: 51, Al-A’raf, 7:157). Dianjurkan agar senantiasa mengonsumsi makanan halal lagi baik (al-Baqarah, 2: 712, al-Maidah, 5: 88).

Islam mengajarkan setiap produk yang dimakan, turut melibatkan kebersihan batiniah. Kebersihan lahir dan batin perlu diutamakan dalam kehidupan Muslim, karena kedua faktor itu amat disukai Allah SWT (Persatuan Pengguna Pulau Pinang, 2006). 

Sesuai perkembangan ilmu, makin lama manusia akan dapat membuktikan secara ilmiah bahwa makanan yang bersumber dari makanan atau produk yang halal dan diproses secara halal akan baik bagi kesehatan fisik dan psikisnya (Thobieb Al-Asyhar, 2003).

Prinsipnya kebersihan makanan atau produk itu yang dituntut tidak terbatas kepada kebersihan lahiriah semata. Ada rangkaian proses dari cara mendapatkan, cara menghidangkan, cara menggunakan, dan seterusnya.

Imam Al Ghazali (2007) mengatakan perlu mengadakan bimbingan dan kajian untuk menemukan perbedaan konsepsi halal, mubah, syubhat, makruh, haram, berdasarkan pembuktian dan penjelasan. Bimbingan dan kajian diperlukan karena kesulitan untuk memperoleh makanan atau produk tidak boleh menjadi alasan untuk tidak mencari kebenaran (mengonsumsi produk halal).

Rasulullah SAW bersabda: “Halal itu jelas dan haram pun jelas, namun antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal dan haramnya). Karena itu barang siapa yang menghindari syubhat karena takut berdosa berarti ia bersungguh-sungguh menghindari masalah haram, dan  barang siapa yang berani berbuat syubhat, ia hampir jatuh kepada haram (HR. Al-Bukhari).”

Setiap Muslim wajib memastikan terlebih dulu status halal makanan atau produk yang akan dikonsumsinya. Mesti sangat yakin (haqqul yakin) mengenai status halal makanan atau produk itu. Menurut Imam Al Ghazali (2007) terdapat kewajiban untuk mencari pengetahuan berkaitan halal dan haram.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mencari rezeki halal untuk menafkahi keluarganya, ia laksana mujahid di jalan Allah SWT. Barang siapa mencari harta halal untuk menjaga diri dari yang haram, ia berada kepada derajat syuhada (HR Al-Thabrani).

Seorang Muslim, tidak dibenarkan memakan sesuatu hidangan makanan, sebelum ianya tahu benar status halalnya. Memakan yang haram atau belum tahu status halalnya, akan memberi pengaruh buruk, baik di dunia maupun di akhirat.

Abu Dzar Al Qilmani (2003) mengatakan makanan halal berfungsi sebagai pendorong perbuatan baik. Para Rasul telah memakan produk halal dan melakukan perbuatan baik. Mereka mencerminkan segala kebaikan dalam perkataan, perbuatan, dakwah, dan nasihat-nasihatnya.

Sabda Rasulullah SAW: “Betapa banyak orang yang berambut kusut, berpeluh debu, dan pergi ke sana ke mari menempuh perjalanan jauh, tetapi makanan dan pakaiannya haram. Makanan yang diberikan haram, dan ia mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, “Ya Tuhan ku! Ya Tuhan ku!”. Lalu, bagaimana mungkin doa orang seperti ini dikabulkan? (HR. Muslim).

Cara paling mudah untuk memastikan produk halal ialah melalui penggunaan label halal. Penggunaan label halal atas produk termasuk masalah serius yang mesti mendapat perhatian. Selain untuk kepentingan kepastian hukum, ia juga perlu untuk memenuhi keperluan konsumen yang semakin kritis menuntut produk yang digunakannya (Anton Apriyantono, 2007).

Masalahnya, sulit sekali bagi masyarakat biasa, untuk memilih mana makanan atau produk yang halal dan mana pula yang haram. Jadi, diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengetahui halal dan tidak halal itu (Anton Apriyantono, 2005).

Cara paling mudah untuk mengetahui halal atau tidaknya suatu produk adalah melalui label halal. Fungsi label halal ialah untuk memberi informasi dan jaminan bahwa produk yang ada di dalamnya halal menurut syariat.

Label halal sangat berpengaruh terhadap pilihan konsumen. Ida Ensiana (1996) mengatakan bagi konsumen Muslim ketika memilih suatu produk akan lebih memperhatikan hukum syariat.

Konsumen akan memilih produk yang halal lagi baik. Konsumen Muslim mempunyai keyakinan bahwa produk yang berlabel halal mempunyai keutamaan sehingga layak untuk dimakan. Eksistensi label halal dalam suatu produk makanan akan mempengaruhi keputusan membeli.

Konsumen punya keyakinan bahwa produk makanan yang mencantumkan label halal atas kemasannya itu lebih terjamin dan tidak diragukan halalnya daripada produk yang tidak mencantumkan label halal.

Ada yang berpendapat bahwa labelisasi atau sertifikasi di Indonesia mestinya bukanlah produk yang halal, melainkan produk haram. Alasannya, karena mayoritas penduduk Indonesia Islam. Pemberian label haram terhadap produk yang tidak boleh dikonsumsi umat Islam, akan menjadi lebih simpel dan mudah. Pasalnya, jumlah produk yang haram tentunya jauh lebih sedikit dibanding produk yang halal.

Jadi, yang diperlukan umat Islam sebenarnya bukanlah “label halal”, melainkan “label haram”. Produk yang tidak diberi label haram, itu berarti produk tersebut adalah halal. Tetapi apakah tawaran label haram itu solusi? Apakah sesederhana itu masalahnya?

Sopa (2008) menjawab bahwa faktanyanya tawaran “label haram” itu tidak mungkin dapat diwujudkan. Label haram itu mempunyai implikasi serius, baik secara ekonomi maupun politik.

Apakah ada perusahaan yang bersedia produknya diberi label haram? Tentu, ketika suatu produk dicap label haram, maka otomatis dalam asumsi pembeli sudah terbentuk citra negatif. Perusahaan tersebut pastilah tidak beres dan akibatnya boleh jadi semua produknya dianggap tidak halal dan tidak laik konsumsi?

Dengan makna lain, pemberian label haram terkesan produk yang lainnya adalah halal dan itu tidak dibenarkan karena belum melalui proses pengkajian syara’ (Imam Masykoer Alie, 2003)         

Abdul Basit Samat, dkk (tt) mengatakan kepentingan label halal ialah untuk menjaga kepentingan dan kebajikan konsumen Muslim. Seterusnya membantu para konsumen Muslim mengatasi masalah status halal dan haram makanan. Label halal juga dapat membantu konsumen Muslim membedakan antara makanan yang berlabel halal atau tidak. Menghilangkan rasa waswas dalam diri konsumen Muslim ketika membeli dan menggunakan suatu produk.

Label halal adalah penanda awal makanan halal. Relevansi label halal dan makanan halal sangat erat dan kuat. Karena itu, Harjanto (2009) mengatakan bahwa makanan yang suci dan bersih akan menjamin kesehatan yang baik. Jika konsumen menghindarkan diri dari makanan yang tidak baik (junk food).

Makanan itu dapat menghasilkan tulang yang kokoh, otot yang kuat, nadi/saluran yang bersih, otak yang cemerlang, paru-paru dan hati yang bersih, jantung yang dapat mengalirkan darah dengan baik.

 

=========================================

Medan Bisnis. 12 Mei 2014



Tag: Halal

Post Terkait

Komentar