POST DATE | 20 Agustus 2017
Kini usia kota Medan sudah 420 tahun. Banyak masalah yang mendera kota Medan tepat di usia ke-420. Pastinya usia itu tentu telah melewati jalan panjang dan memasuki usia matang penuh pengalaman.
Bagi kota ini tentu ada prestasi yang terus diukir, tetapi juga ada beragam persoalan yang tetap jalan di tempat karena beberapa faktor kendala penyelesaiannya.
Meski sudah tua, perjalanan kota ini masih banyak menghadapi masalah yang harus dituntaskan dan diselesaikan. Baik yang terkait dengan masalah hajat hidup orang banyak, maupun infrastruktur kota.
Setiap penghuni kota tanpa terkecuali harus selalu was-was dengan derasnya air hujan berakibat banjir. Sampai kini banjir masih membekap kota gara-gara problem drainase yang tetap menjadi momok.
Tidak hanya daerah tertentu yang menjadi langganan banjir saja, daerah yang tidak terjamah banjir pun tergenangi air cukup tinggi dan cukup merepotkan warga di sekitarnya. Lalu, sampai di sini, apa yang dilakukan Pemkot Medan untuk menyelesaikan masalah banjir?
Tidak banyak yang dapat dilakukan Pemkot Medan untuk menyelesaikan masalah banjir secara maksimal. Penyelesaian banjir lebih banyak dilakukan secara parsial. Alasan klasik yang selalu menjadi sumbernya, karena terbatasnya anggaran.
Persoalan banjir yang terjadi di Kota Medan tidak terlepas dari kurang tertatanya sistem drainase yang ada. Seiring perkembangan zaman dan pesatnya pembangunan, tidak sedikit drainase peninggalan Belanda harus hilang atau dihilangkan. Timbunan sedimentasi puluhan tahun juga membuat drainase tidak dapat berfungsi secara maksimal.
Untuk membebaskan Medan dari banjir bukan hal yang mudah. Betapa tidak berdayanya pemerintah menghadapi permasalahan itu. Selain membutuhkan dana yang sangat besar, Pemkot Medan pun punya keterbatasan kewenangan dalam penataan bangunan di sepanjang aliran sungai, kali dan drainase. Medan dikelilingi kawasan Binjai dan Deli Serdang. Kewenangan itu terbelah-belah sesuai dengan otonomi yang dimiliki masing-masing daerah.
Akibatnya, penanganan dan penataan bangunan yang ada di aliran sungai dan kali, jalan di tempat. Belakangan, banyak bangunan yang berdiri di pinggir sungai dan menutup drainase yang ada. Persoalan itu harus dapat dituntaskan Pemkot Medan secara serius agar Kota Medan di usianya ke-420 dapat terbebas dari banjir.
Selain itu, sebagai ibu kota provinsi, geliat Medan tentu ada beban berat yang harus disandang. Kota Medan dapat predikat sebagai: pusat pemerintahan provinsi, pusat aktivitas bisnis/jasa, perekonomian, perdagangan dan industri, jantung modernisasi, hingga citra sebagai metropolitan. Kini diusia ke-420, seluruh beban itu, praktis membuat Medan menjadi kota dengan problematika politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang super-kompleks.
Masalahnya, seiring kian uzurnya Kota Medan, gagasan untuk mewujudkan Medan sebagai kota modern, nyaman, tertib, dan ramah lingkungan agaknya masih jalan di tempat.
Masalah yang ada justru kian rumit dan berat. Investasi masalah itu tidak semata akibat tekanan kompleksitas masalah Medan, namun dikontribusi gerak lamban birokrasi Medan yang kian memperpanjang daftar masalah Medan.
Buruknya manajemen pelayanan publik Medan sudah bukan rahasia lagi. Maladministrasi birokrasi Medan dianggap banyak pihak sudah tidak rahasia lagi. Untuk menjawab gerak lambat birokrasi Pemkot Medan harusnya punya mimpi dengan menawarkan revitalisasi peran dan fungsi birokrasi Medan.
Program sistem pelayanan terpadu, debirokratisasi pelayanan publik, percepatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, bantuan warga miskin, pembenahan tata kota, penanggulangan kemacetan, penanggulangan banjir, hingga pemberantasan pungli dan korupsi sampai kini belum nampak hasilnya.
Paling terasa bahwa pola pikir para birokrat Medan kerap berperilaku seperti penguasa. Belum kelihatan, akan berubah ke dalam paradigma birokrasi sebagai pelayan masyarakat (public service).
Mengubah blue print/mindset birokrasi berarti merakit budaya dan tradisi baru yang relevan dengan konsep merit system, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan birokrasi berwatak propublik (public servant bureaucracy) -yang mampu menjalankan peran dan fungsinya secara efektif, profesional, responsif, solutif, dan representatif.
Menurut gambaran Weber (2002), birokrasi cenderung berwatak eksklusif, kooptatif, arogan, dan kerap menafikan kepentingan publik. Perubahan paradigma dalam kerangka reformasi birokrasi Jakarta bisa dimulai dengan merubah pola rekrutmen birokrat yang mengacu pada visi, kompetensi, dan kredibilitas, bukan dengan cara KKN.
Pola rekrutmen yang transparan-akuntabel harus terus ditumbuhkan melalui intervensi kebijakan berujud internalisasi birokrasi propublik yang bisa disemai melalui edukasi, pelatihan, magang, workshop, penguatan kode etik pelayanan publik, yang didukung oleh reward yang kompetitif serta pengawasan dan punishment yang efektif.
Secara umum, wajah layanan publik di Medan hingga kini masih bersandar pada manajemen tradisional yang rumit, panjang, dan berbelit. Belum ada memakai pendekatan Total Quality Management (TQM) yang peduli pada kualitas layanan.
Postur anggaran belanja daerah (APBD) jangan cuma royal untuk belanja pegawai, kantor, dan pembangunan fisik, namun juga harus proporsional dalam menganggarkan belanja investasi, perawatan, dan tata kelola lingkungan (green budget).
Ke depan, para pejabat, politisi, dan aparatur birokrasi Jakarta, mau tak mau, harus bermodal sensitifitas pelayanan. Desain Kota Medan sebagai kampung besar kota ramah lingkungan yang modern, nyaman, tertib, dan aman, harus segera dikerjakan.
Mengubah wajah Medan dari kampung besar semrawut menjadi metropolitan yang modern dan amanah tentu mensyaratkan hadirnya rancangan tata ruang yang komprehensif serta masyarakat yang partisipatif, tertib, dan rasional yang ditopang oleh birokrasi kota bermental pelayan dus kepemimpinan Medn yang kuat, visioner, dan inventif.
Tanpa visi, komitmen, dan arah kebijakan yang jelas, kita jangan pernah bermimpi akan melihat Jakarta sebagai kota yang membanggakan; yang sanggup mengemban mandat negara sekaligus mimpi warga Ibukota untuk mewujudkan Medan sebagai kota ramah warga, ramah anak, rasehat, modern, nyaman, aman, tertib, dan sejahtera. Bersama mewujudkan mimpi, mengubah Medan menuju metropolitan!
=========
Sumber: Medan Bisnis, 30 Juli 2010